Tidak mendapat jawaban dari tempat tinggal asalnya, fotografer Alina Fedorenko mencoba mengeksplor konsep ‘rumah’. Lahir di Uni Soviet, Fedorenko pindah bersama orangtuanya ke Berlin, Jerman, pada 1991. Tanah airnya kini menjadi negara merdeka Ukraina.
“Rumah tradisional tempat Anda dilahirkan dan dibesarkan tidak pernah ada untukku,” cerita Fedorenko yang saat ini berusia 32 tahun.
Dalam seri fotografinya, Icons on Water, Fedorenko melihat kehidupan imigran Vietnam yang tidak memiliki kewarganegaraan di danau Tonle Sap, Kamboja. Para keluarga ini membangun rumah apung di atas danau, di mana kartu tanda penduduk tidak diperlukan.
(Baca juga: Hanya Ada Perempuan dan Anak-anak di Desa Adat Korban Perang Ini)
Ibu tunggal ini pergi ke Kamboja pada 2016 bersama putranya, Romeo. Fedorenko melihat rumah apung saat taksi yang ditumpanginya melewati wilayah tersebut.
Tertarik dan merasa memiliki nasib yang sama karena tidak memiliki rumah, Fedorenko dan Romeo kembali ke sana, lalu memotretnya selama empat hari.
Menurut Fedorenko, akses ke rumah apung itu sangat mudah. Pemilik rumah sangat ramah dan alam di sekelilingnya menyejukkan. “Mereka memercayaiku dan seketika kami memiliki kesamaan,” ujarnya.
Meskipun dibangun di atas air, namun desa apung ini beroperasi sama seperti rumah-rumah di daratan. Ada toko kelontong, sekolah, tukang cukur, kuil, bahkan tempat bermain sepakbola.
“Aku selalu penasaran bagaimana orang-orang yang kekurangan bisa menata hidupnya di kondisi spesial seperti ini,” kata Fedorenko.
Ia yakin, setiap rumah apung memiliki ceritanya sendiri dan menyediakan ruang untuk dibaca seperti buku harian. “Setiap detail rumah, bagaimana benda-benda dipajang, tekstur, hingga dinding warna-warninya seolah ingin menceritakan tentang kehidupan keluarga ini dan bagaimana mereka beraktivitas sehari-hari,” papar Fedorenko.
“Setiap kali memasuki rumah, efek ‘wow’ terjadi padaku,” tambahnya sambil menceritakan betapa indahnya rumah apung tersebut.
Fedorenko mengingat lantai kayunya yang berderit serta permukaannya yang licin seperti dilumuri minyak setiap hari.
(Baca juga: Di Wilayah Honduras yang Dikuasai oleh Geng, Menjadi Tua adalah Keistimewaan, Bukan Hak)
Tak Hanya Cukupi Kebutuhan Gizi, Budaya Pangan Indonesia Ternyata Sudah Selaras dengan Alam
Penulis | : | |
Editor | : | hera sasmita |
KOMENTAR