Nationalgeographic.co.id - Retakan besar hingga beberapa kilometer, tiba-tiba muncul di Kenya awal tahun ini. Membuat sebagian jalan raya di Nairobi-Narok, runtuh.
Awalnya, retakan itu dikaitkan dengan aktivitas tektonik di Lembah Celah Afrika Timur (East African Rift Valley). Namun, para ahli geologi saat ini bepikir bahwa fenomena tersebut terjadi karena gumpalan erosi. Sebagai contoh, retakan bisa saja merupakan hasil dari erosi tanah lunak yang selama ini mengisi patahan.
Bumi adalah planet yang selalu berubah, meskipun kadang perubahannya tidak kita sadari. Namun, pada beberapa kasus, sesuatu yang dramatis terjadi dan menimbulkan banyak dugaan, termasuk tentang benua Afrika yang akan segera terbelah dua.
Baca Juga : Dianggap Mirip, Nama Donald Trump Diambil untuk Amfibi Buta ini
Melaui tulisan di The Conversation, Lucia Perez Diaz, peneliti dari Fault Dynamics Research Group, Universitas Royal Holloway, mencoba menjelaskan fenomena tersebut.
Litosfer Bumi (yang terbentuk oleh kerak dan bagian atas mantel) terpecah-pecah menjadi beberapa lempeng tektonik. Lempeng-lempeng ini tidak statis, tapi saling menguntungkan karena bergerak dengan kecepatan yang bervariasi.
Bagaimana mekanisme pergerakan mereka masih diperdepatkan hingga saat ini, tapi kemungkinan ada arus konveksi dalam astenofer dan kekuatan yang terbentuk di perbatasan lempeng.
Kekuatan-kekuatan tersebut tidak hanya menggerakan lempeng di sekitarnya, tapi juga membuatnya runtuh, membentuk celah, atau berpotensi menciptakan batas lempeng baru seperti di sistem Lembah Celah Afrika Timur saat ini.
Lembah Celah Afrika Timur sendiri membentang 3.000 kilometer dari Teluk Aden di utara menuju Zimbabwe di Selatan, membagi lempeng Afrika menjadi dua bagian yang tidak seimbang, yaitu lempeng Somali dan Nubian.
Aktivitas pergerakan di sepanjang lembah celah (yang melewati Ehiophia, Kenya dan Tanzania) ini semakin jelas ketika retakan besar tiba-tiba muncul di barat daya Kenya.