Kisah Perjuangan Penjaga Tradisi Wayang Cecak di Pulau Penyengat

By Agni Malagina, Selasa, 5 Februari 2019 | 08:00 WIB
Pertunjukan Wayang Cecak di Rumah Baca Pulau Penyengat. (Feri Latief)

“Tapi ada kendala, mengajak anak muda di sini berkesenian ya perlu waktu. Menumbuhkan minat anak muda perlu kerja keras,” ujar bapak dari lima anak yang bekerja sebagai staf honorer di kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Kepulauan Riau itu.

Namun ia mengaku sangat senang bahwa perhatian pemerintah terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan padanya sangat baik. Sanggarnya mendapat bantuan dana untuk pembelian alat musik dan kostum tari.

“Saya masih berharap bisa menemukan bentuk asli boneka Wayang Cecak, mungkin bisa berkolaborasi dengan peneliti, tak hanya dari Badan Bahasa saya kira,” pungkasnya sambil membuka tas biolanya. Saya membalas kalimat terakhirnya dengan senyum. Saya sempat berpikir jika benar Wayang Cecak adalah adapatasi dari wayang potehi, tentunya khasanah budaya ini sangat membanggakan. Bukti dari pertukaran budaya Melayu dan Tiongkok terjadi di tanah Melayu.

Baca Juga : Preeklampsia, Komplikasi Kardiovaskular Penyebab Kematian Ibu Hamil

Apalagi jika benar bahwa Khadijah Terung memainkan pertunjukan Wayang Cecak di Pulau Senggarang, sebuah pulau tempat masyarakat Tionghoa awal abad 18 bermukim di Pulau Bintan dalam jumlah besar karena mereka datang untuk membuka lahan gambir dan lada atas perintah Daeng Celak sekitar tahun 1740-1743.

Ya, tanah Bintan merupakan tanah pertemuan aneka macam budaya dan perlintas jalur dagang tersibuk di kawasan ‘Strait Settlement’ sejak masa jalur sutera laut dan jalur rempah abad 2 hingga abad 19.