Kisah Perjuangan Penjaga Tradisi Wayang Cecak di Pulau Penyengat

By Agni Malagina, Selasa, 5 Februari 2019 | 08:00 WIB
Pertunjukan Wayang Cecak di Rumah Baca Pulau Penyengat. (Feri Latief)

Baca Juga : Enam Wisata Budaya yang Bisa Anda Lakukan Saat Imlek

“Ibu Muzizah melakukan penelitian tentang Wayang Cecak. Beliau menggagas revitalisasi itu. Sebelum itu, saya sudah banyak mencari informasi dan fakta tentang wayang ini. Saya tidak ingin berandai-andai lalu salah mengenai itu,” ujar Azmi yang mengaku sulit mencari informasi tentang Wayang Cecak.

“Budayawan-budayawan di Kepulauan Riau pun tak ada yang pernah melihat, sudah lama. Saya bertanya banyak pada Pak Raja Malik, sepupu saya, dan tokoh-tokoh, juga pada orang tua saya sendiri. Kalau tidak memainkan sesuai aturan saya takut membohongi sejarah,” terang Azmi yang masih mencari bentuk asli patung atau boneka Wayang Cecak.

Menurut Azmi, awalnya Wayang Cecak digagas dan dimainkan oleh Khadijah Terung, seorang seniman wanita pada masa Kesultanan Melayu yang menimba ilmu kebatinan tinggi. Ilmu ghaib menurut Azmi. Khadijah diduga memainkan pertunjukan ini secara tertutup untuk kalangan terbatas saja, sehingga informasi tentang Wayang Cecak ini tak banyak tersebar luas.

 “Jampi serapah beliau katanya sangat manjur. Sehingga membuat penontonnya terperangah. Setiap penampilannya menghibur anak-anak kalangan bangsawan dan anak-anak Cines (Tionghoa) di Senggarang, tertutup tidak untuk khalayak ramai. Itu menurut cerita yang saya dapat,” ujar Azmi sambil menjelaskan bahwa ia dibantu Kementerian Pendidikan Kebudayaan untuk mencari informasi-informasi terkait dengan Wayang Cecak. Meski begitu ia masih belum menemukan titik terang.

()

“Konon, Wayang Cecak ada di Bali. Kata orang Semarang itu wayang potehi. Tapi mungkin yang di Penyengat lebih sederhana, dari kain perca itu diikat-ikat dan jadi, tapi ya belum ketemu jadi pakai boneka seadanya,” keluh Azmi yang merasa penting sekali untuk mengetahui wujud asli Wayang Cecak.

“Itu ruhnya, kalau ruhnya tak ada, tak ada rasa puas,” ucap Azmi melanjutkan jawaban atas pertanyaan saya. Menurutnya, lakon Wayang Cecak pun beragam judul, seperti Syair Siti Zubaidah, cerita Hang Jebat, cerita Engku Putri, dan lainnya. Ia mengaku, peran sepupunya, Raja Malik sangat besar dalam mengumpulkan cerita-cerita Wayang Cecak dan mengembangkannya menjadi naskah pertunjukan.

Baca Juga : Imlek, Warna Merah, dan Berbagai Hal Sebagai Lambang Energi Positif

“Lakon itu diiringi biola dan gendang saja kata orang tua. Tapi kami menambah alat lain seperti akordeon dan kecapi misalnya, untuk menarik minat penonton dan anak-anak,” ujar Azmi yang kini memiliki tim yang terdiri dari 8 orang pemusik, 3 orang dalang dan 7 boneka wayang. Durasi pertunjukan wayang cecak biasanya antara 10 sampai 90 menit.

Azmi, rupanya sudah dekat dengan kesenian sejak duduk di bangku sekolah dasar kelas 4. Orang tuanya pun seniman, demikian pula kakek dan buyutnya.

“Nyang (buyut) namanya Raja Achmad, beliau dulu seniman istana sultan, kakek saya Raja Umar pun seniman. Ayah saya Mahmud Hasan punya sanggar dan Ibu saya penyanyi di grup bapak,” tutur Azmi yang saat ini juga memimpin sanggar bernama Sanggar Budaya Warisan di Pulau Penyengat.