Nyaris Terlupakan, Balikpapan Menandai Pertempuran Akbar Penutup PD II

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 14 Februari 2019 | 08:00 WIB
Tugu Australia dalam suasana gelumat Kota Balikpapan kini. (Arthamiya Hidayana)

Nationalgeographic.co.id - Ini sebuah kisah lawas tentang tugu kusam dengan lukisan pedang hitam di puncaknya. Cat putih di sekujur dindingnya telah mengelupas sempurna. Meskipun tugu kusam itu terpancang membelah jalanan, tampaknya sedikit warga yang menaruh kepedulian. Sosoknya benar-benar ibarat wajah renta yang memelas di keramaian Kota Balikpapan yang panas.  

Lukisan pedang bercat hitam itu mengingatkan sebagian orang pada Monumen Salib Pengorbanan di permakaman serdadu persemakmuran Inggris korban Perang Dunia. Dan, tugu tersebut didirikan bertujuan untuk mengenang serdadu Australia—persemakmuran Inggris—yang binasa dalam Pertempuran Balikpapan Juli 1945. Warga menjulukinya dengan “Tugu Australia”.

Pada awalnya, yang tertera bukanlah lukisan, melainkan pedang logam. Entah sejak kapan pedang tersebut raib dan diganti dengan sekadar lukisan pedang.

Baca Juga : Dipanagara, Lelaki Ningrat yang Gemar Blusukan

Balikpapan yang dikuasai Jepang sejak awal 1942, merupakan kota yang strategis lantaran menjadi pelabuhan minyak utama di Asia Timur. Selama Mei hingga Agustus 1945 pasukan Australia bertempur untuk membebaskan Pulau Borneo dari pendudukan Jepang yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun.

Plakat tembaga yang berkisah tentang Penyerbuan Divisi Ketujuh Australia ke Balikpapan. (Mahandis Y. Thamrin/NGI)

Sebuah plakat tembaga yang berkisah tentang Penyerbuan Divisi Ketujuh Australia ke Balikpapan yang saat itu diduduki Jepang. Penanda sejarah ini mengingatkan kita pada manusia yang tewas karena kengerian perang. Plakat ini dibangun berkat bantuan WMC Limited untuk menemani tugu. Seniman pengukirnya bernama Ross J. Bastian, dibuat pada 1998. Plakat itu bertajuk “Balikpapan and Australia 1945” berikut dengan pemaparan dwi bahasa, Indonesia dan Inggris.
 
Peta Penyerbuan Balikpapan oleh Divisi Ketujuh Australian Imperial Force pada Juli 1945. (Australian Survey Corps/Wikimedia)
 Operasi Oboe-2, demikian sandi operasi militer Divisi Ketujuh Australia dalam penyerbuan ke Balikpapan yang bermula pada 1 Juli 1945. Mereka bersama serdadu Sekutu melakukan pendaratan dari pantai Balikpapan, yang bertujuan untuk mengamankan pengolahan minyak dan fasilitas pelabuhan.

Infanteri didukung oleh kendaraan lapis baja menyapu Klandasan dari kuasa Jepang. (Jack Band/Australian War Memorial)
 Jelang fajar 1 Juli 1945, Pasukan Australia melancarkan operasi amfibinya yang terbesar, gabungan kekuatan darat, laut, dan udara. Mereka menyerbu pantai di sebelah selatan kota Balikpapan. Sebanyak 33.000 serdadu Australia turut terlibat dalam operasi militer. Mereka menyerang daratan yang dipertahankan oleh sekitar 3.000 serdadu Jepang.

Di tepian jalanan Balikpapan, dua seorang serdadu Australia memberikan biskuit kepada warga. (Australian War Memorial)
“Penyerbuan Balikpapan merupakan operasi sekutu besar-besaran yang terakhir di darat selama Perang Dunia Kedua,” demikian plakat berkisah. “Dan, pertempuran itu baru selesai dengan berakhirnya perang pada tanggal 14 Agustus 1945.”

Untuk menaklukkan Jepang, pada awalnya armada Sekutu memiliki enam rencana operasi militer. Penyerbuan Tarakan (Oboe-1), penyerbuan Balikpapan (Oboe-2), penyerbuan Banjarmasin (Oboe 3), penyerbuan Surabaya atau Jakarta (Oboe-4), penyerbuan kawasan timur Indonesia (Oboe-5), dan penyerbuan ke Sabah (Oboe-6). Namun, pada akhirnya hanya tiga dari enam operasi militer tersebut yang terwujud: penyerbuan ke Tarakan, Balikpapan, dan Sabah.  

Menurut Australian War Memorial, penyerbuan Balikpapan merupakan salah satu operasi Australia yang paling kontroversial selama Perang Dunia Kedua. Panglima pasukan Australia Jenderal Sir Thomas Blamey, sebenarnya justru menyarankan pemerintah untuk menarik dukungannya untuk Operasi Oboe-2.