Diminati Sebagai Obat Tradisional, Trenggiling Menjadi Mamalia Paling Diburu

By National Geographic Indonesia, Kamis, 21 Februari 2019 | 08:30 WIB
Trenggiling. (Uniquesafarieye/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Permintaan trenggiling selalu tinggi di Asia. Mulai dari sisiknya yang digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok, hingga dagingnya yang menjadi santapan mewah di Vietnam.

Di pusat rehabilitasi dekat Johanesburg, Afrika Selatan, sekelompok trenggiling sedang menjalani masa pemulihan.

Menurut Dr. Karin Lourens, dokter satwa liar, kondisi mereka sangat buruk saat pertama diselamatkan dari perdagangan ilegal.

“Mereka tidak diberi makan selama sekitar 17 hari,” ujarnya.

“Hewan-hewan ini dikurung di dalam tas, drum, atau kantong, dan kemudian dibiarkan begitu saja. Waktu kami terima mereka, mereka kurus kering, mengalami dehidrasi, dan segera membutuhkan perhatian medis.”

Baca Juga : Studi: Manusia Memiliki Pengaruh Besar Pada Kematian Hewan di Bumi

Sisik trenggiling–terbuat dari keratin, yang juga ditemukan di kuku manusia–banyak diminati untuk pengobatan tradisional Tiongkok.

Konon sisik tersebut bisa menyebuhkan radang sendi, meningkatkan produksi ASI, dan menjadi obat kuat untuk laki-laki. Namun, tidak ada riset ilmiah yang mendukung kepercayaan ini.

“(Sisik trenggiling) jadi bagian dari budaya mereka dan digunakan dalam lebih dari 60 produk herbal Tiongkok sebagai obat,” kata Prof. Ray Jansen dari African Pangolin Working Group.

Kelompok tersebut mencatat ada 19 ribu ton sisik trenggiling yang diperdagangkan secara ilegal dari Afrika pada tahun 2016; 47 ribu ton pada tahun 2017; dan 39 ribu ton pada tahun 2018.

“Ini hanya perdagangan yang berhasil kami gagalkan, hanya sekitar 10% dari keseluruhan perdagangan,” tambah Prof. Ray. “Totalnya mendekati 390 ribu ton sisik tahun lalu.”

Menurut organisasi Traffic, perdagangan internasional ilegal trenggiling semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Indonesia masuk dalam sepuluh negara teratas yang terlibat dalam perdagangan tersebut. Akibatnya, Indonesia kehilangan hingga sepuluh ribu ekor trenggiling setiap tahunnya, termasuk Trenggiling Sunda (Manis javanica) yang terancam punah.

“Ini merupakan peringatan bahwa satwa Indonesia diburu dalam skala komersial untuk memenuhi permintaan global perdagangan ilegal,” kata Kanitha Krishnasamy, Direktur Traffic Asia Tenggara.

Baca Juga : Spesies Tarantula Unik Ditemukan dengan Tanduk di Atas Kepalanya

Dari tahun 2011-2015, ada 111 kasus penyitaan trenggiling di Indonesia, dengan lebih dari 35 ribu ekor trenggiling yang disita, menurut Traffic.

Sementara beberapa pekan lalu, polisi Sabah, Malaysia menyita 61 trenggiling hidup, 361 kilogram sisik, dan 1.800 boks berisikan trenggiling beku.

Di Tiongkok, harga sisik trenggiling meningkat dari $11 (Rp155 ribu) per kilogram pada tahun 1990an menjadi $470 (Rp6,6 juta) pada tahun 2014, menurut riset Beijing Forestry University.

Awal bulan ini, bea cukai Hong Kong menyita 8,3 ton sisik trenggiling dan ratusan gading gajah senilai total $8 juta (Rp113 miliar), menekankan banyaknya hewan langka di Asia yang terancam perdagangan ilegal.

Artikel ini pernah tayang di voaindonesia.com. Baca artikel sumber