Nationalgeographic.co.id - Wilayah terluar tata surya adalah wilayah yang paling kurang dieksplorasi, tapi para ilmuwan telah berhasil mengungkap beberapa misteri dalam beberapa pekan terakhir.
Pada pergantian tahun baru kemarin, pesawat ruang angkasa NASA New Horizons mendeteksi objek es Ultima Thule untuk pertama kalinya, memberi gambaran bagaimana objek tersebut bisa terbentuk.
Para astronom juga baru saja menemukan bulan yang sebelumnya tidak dikenal yang mengorbit Neptunus, yang dinamakan “Hippocamp”.
Penemuan lain, berkat citra baru dari Teleskop Luar Angkasa Hubble, terlihat bahwa ada berbagai pola cuaca yang menarik di atmosfer Neptunus dan Uranus. Jadi bagaimana rasanya jika berada di sana?
Kita biasanya menyebut Uranus dan Neptunus sebagai “raksasa es” karena mereka memiliki besar empat kali diameter Bumi. Berbeda dengan raksasa-raksana gas Saturnus dan Jupiter, Neptunus dan Uranus memiliki kadar hidrogen dan helium yang lebih rendah dan memiliki konsentrasi bahan molekul berat yang lebih tinggi seperti metana, air, dan amonia.
Uranus sangat menarik karena ia juga satu-satunya planet di tata surya yang berotasi secara menyamping. Musim panas utara di Uranus berlangsung selama 21 tahun dan kutub utaranya menerima sinar matahari terus-menerus, sedangkan kutub selatan berada dalam kegelapan yang terus-menerus.
Kemiringan sumbu rotasi Uranus ini diyakini sebagai hasil dari tumbukan dengan objek lain yang setidaknya sebesar Bumi. Tumbukan seperti itu akan melepaskan cadangan panas internal planet tersebut atau menciptakan lapisan partikel yang secara efektif menginsulasi interior planet–sehingga mencegah aliran panas mengalir ke luar angkasa.
Neptunus, tidak mengalami tumbukan seperti itu, sehingga aliran panas masih keluar. Dengan demikian, kedua planet ini memiliki suhu yang hampir sama (dalam beberapa derajat) meski Uranus berada 33% lebih dekat dari matahari.
Cuaca di Uranus
Tidak adanya aliran panas internal yang signifikan di Uranus berarti atmosfer planet ini jelas kurang aktif dibandingkan Neptunus. Faktanya atmosfer Uranus di musim dingin adalah atmosfer terdingin di sistem planet tata surya. Ketika Voyager 2 terbang melewati Uranus pada 1986, planet ini muncul sebagai bola cakram hijau-biru yang sebagian besar seragam. Namun, pada tahun-tahun setelah itu, para ilmuwan telah menyadari bahwa bahkan planet yang mati dan dingin ini ternyata memiliki atmosfer yang sangat dinamis.
Tapi citra baru dari Hubble Space Telescope menunjukkan awan putih besar yang sebelumnya tak terlihat. Awan putih ini kemungkinan terdiri dari amonia atau es metana yang menyelimuti kutub utara (lihat gambar muka di atas). Jelas terlihat di tepi awan besar ini adalah awan es metana yang lebih kecil yang berputar di sekitar tepi awan yang lebih besar. Struktur awan ini mungkin terbentuk secara musiman, yang dihasilkan dari sinar matahari yang konstan di kutub utara.
Di sekitar khatulistiwa Uranus kita juga dapat melihat garis awan tipis (gambar atas). Bphoagaimana awan tipis ini terbentuk masih belum dipahami. Kecepatan angin di Uranus sangat tinggi sehingga dapat menggerakkan awan hingga kecepatan 560 mph (901 km/h), sehingga awan tersebar di area yang luas.
Semua sistem atmosfer planet memiliki sistem sirkulasi latitudinal yang seharusnya, secara teori, juga mendistribusikan garis awan di daerah latitudinal yang lebih luas. Mungkin saja awan metana ini entah bagaimana dibatasi oleh pola sirkulasi ini, karena ketinggian atau ketidakstabilan kimia.
Jika kita dapat mengunjungi Uranus, kecepatan angin pada ketinggian yang setara dengan tekanan atmosfer permukaan Bumi dapat mencapai 250 meter per detik, atau kira-kira tiga kali lebih cepat dari badai kategori lima. Pastikan Anda membawa mantel, karena suhu di ketinggian ini sangat dingin -200C.
Cuaca di Neptunus
Sekencang apa pun angin Uranus, hal itu tidak seberapa dibandingkan dengan raksasa es lainnya. Neptunus mememiliki kecepatan angin supersonik lebih dari 1.300 mph (2092 km/h) dan banyak badai. Yang paling terkenal dari badai tersebut adalah Bintik Hitam Besar yang diamati secara dekat oleh Voyager 2 pada 1989. Sistem badai besar ini meliputi area yang kira-kira setara dengan seperenam luas permukaan Bumi.
Dalam citra Hubble terbaru, ada sistem badai lain terlihat di dekat kutub Utara. Badai ini disertai dengan awan terang terbuat dari kristal es metana. Badai ini tampak lebih gelap daripada sekitarnya karena badai tersebut merupakan lubang-lubang yang memperlihatkan lapisan dalam atmosfer Neptunus. Lubang-lubang ini laiknya inti angin topan di Bumi yang memungkinkan Anda untuk melihat permukaan dari luar angkasa.
Seperti di Jupiter dan Saturnus, sistem badai raksasa ini diyakini didukung oleh panas yang mengalir keluar dari planet, yang tersisa dari proses kelahiran planet ini sekitar 4,5 miliar tahun lalu. Sekali lagi, berkunjung ke sana akan bermasalah, dengan suhu yang mirip dengan Uranus tapi dengan kecepatan angin yang dua kali lipat lebih cepat. Neptunus adalah planet paling berangin di tata surya.
Planet-planet raksasa es tersebut adalah jenis “planet ekstrasurya” (exoplanet)yang paling sering diamati. Exoplanet adalah planet yang mengorbit bintang selain matahari kita. Jika kita tahu lebih banyak tentang Uranus dan Neptunus, maka kita dapat memahami lebih banyak tentang planet-planet di seluruh alam semesta.
Tentu saja, idealnya kita bisa melakukan perjalanan ke planet-planet tersebut. Sayangnya, terlepas dari jarak yang sangat jauh, tapi juga suhu yang sangat dingin, badai besar, dan angin kencang membuatnya sangat tidak cocok untuk kunjungan manusia. Jadi untuk saat ini, kita harus mengandalkan teleskop seperti Hubble untuk memberi tahu kita tentang raksasa es lokal kita.
Gareth Dorrian, Post Doctoral Research Associate in Space Science, Nottingham Trent University dan Ian Whittaker, Lecturer, Nottingham Trent University
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.