Melacak Jejak Peristirahatan Sang Arsitek Masjid Jami Sumenep

By Agni Malagina, Rabu, 5 Juni 2019 | 18:06 WIB
Sentuhan dari negara Cina dan India terdapat pada gerbang utama dengan hadirnya motif Banji (Wan Zi) simbol kesejahteraan. Ketika memasuki bangunan masjid ini, ruangan didalamnya terlihat begitu megah dan besarberabgai ukiran jawa dalam pengaruh berbagai budaya menghiasi 10 jendela dan 9 pintu besar masjid Agung Sumenep (Sigit Pamungkas)

Nisan tersebut menyebutkan bahwa Lauw meninggal pada tahun 1794 atau tahun ke lima puluh sembilan masa pemerintahan Kaisar Qian Long (1735-1796). Ia memiliki dua orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan yang mendirikan nisan tersebut yaitu, Liu Wen Zhui, Liu Wen Xiao, Liu Feng Niang, dan Liu Jin Niang. Informasi yang terakhir, Lauw tua berasal dari Tong An di Propinsi Fujian (Hokkian), sebuah desa yang didirikan pada masa Dinasti Jin (282 M), menjadi kabupaten pada masa Dinasti Tang (933M), dan saat ini menjadi bagian dari Distrik Xiamen di Propinsi Fujian.

Baca juga: Rumah Bheley, Rumah Berlanggam Paduan Madura Cina di Bangkalan

Safiudin sang juru kunci makam sang juru gambar Masjid Jami dan Keraton Sumenep. (Sigit Pamungkas)

Nisan berpulas warna putih tersebut berada di komplek pemakaman Cina. Di sekeliling makam tua itu terdapat lima belas makam berlanggam Cina lainnya dan rata-rata merupakan makam dengan aksara Cina bermarga Lauw atau Liu. Makam tersebut makam-makam baru yang dibangun sekitar tahun 1900an awal hingga tahun 2000an. Karena beraksara Cina, tak heran, penjaga makam atau juru kunci tak mengenal dari masa apa makam tersebut berasal.

"Nggak tau kalau makam yang lain. Ada juga yang sering datang ke sini ziarah itu kalau bulan Cina. Kebanyakan dari Surabaya,"ujar Safiudin.

Satu yang pasti, makam tua Liu Yu Shan merupakan satu makam yang selalu ditunjuk sebagai makam sang juru gambar desain Masjid Jami dan Keraton Sumenep. Walau makam itu diselubungi perdu, ia tetap menjadi penanda kontribusi orang Cina peranakan terhadap kebudayaan Indonesia, kebudayaan multikultur yang membentuk jati diri Indonesia masa kini.  

   

Catatan Editor: Artikel ini telah disunting dan diperbarui lagi pada 15 Maret 2023.