Tatkala Orang Indonesia Harus Prihatin Karena Hitler Kuasai Belanda

By Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 11 Juni 2019 | 08:00 WIB
Belanda menyerah pada hari kelima serbuan tentara Nazi Jerman pada Mei 1940. Upaya perlawanan Belanda itu kelak dikenang dengan "Slag om Nederland"—Pertempuran Belanda. (Framepool/Battle of the Netherlands)

Mangkunagara VII berkirab mengelilingi keraton bersama rakyatnya demi mendoakan keselamatan Ratu Wilhelmina dan Negeri Belanda.

 

KNIL yang tengah berbaris di seruas jalan Kota Surabaya, 1937. (Foto Studio Fotax, Surabaya/Wikipedie)

“Jarang ada suatu rasa persatuan yang demikian eratnya,” ungkap Bijkerk. Warga Hindia Belanda, yang sejatinya juga serba kekurangan, turut berempati lewat sumbangan dana perang.

Suasana darurat perang sampai juga ke Hindia Belanda, demikian menurut gambaran Bijkerk. Perempuan itu juga mengungkapkan informasi yang tampaknya terlewat untuk dibeberkan kepada publik tentang sumbangan dana perang dari Hindia Belanda. “Jarang ada suatu rasa persatuan yang demikian eratnya.”

Warga Hindia Belanda, dari Sumatra sampai Ambon yang sejatinya juga serba kekurangan, turut berempati lewat sumbangan dana perang. Menurut catatan Bijkerk, semuanya terkumpul setidaknya sejumlah ƒ572.000. Dari jumlah tersebut, warga Ambon yang jumlahnya sedikit itu menyumbang hingga ƒ100.000, sementara Mangkunagara dan Susuhunan Pakubuwana di Surakarta masing-masing menyumbang ƒ15.000.

Bijkerk mengungkapkan dana sumbangan dari rakyat Hindia itu telah dibelanjakan untuk membuat 100 pesawat pemburu, 36 pesawat pembom, beberapa tank, dan sederet alutsista lainnya untuk pasokan Perang Dunia Kedua. “Kenyataannya adalah bahwa kaum inlander dengan pendapatan mereka yang kecil itulah yang sangat royal dalam bantuannya.”

Baca juga: Kapal Jerman Ditenggelamkan di Ujung Sumatra

Societeit Concordia yang berlokasi di selatan persis Daendels Paleis, Lapangan Banteng. Bangunan ini dibongkar pada 1960-an. Pada 14 Mei 1941, Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh menutup peringatan penyerbuan Jerman ke Belanda di gedung ini. (Woodbury and Page)

Ruangan dalam Societeit Concordia. Di sinilah Gubernur Jenderal Tjarda menghadiri peringatan setahun pendudukan Jerman di Belanda. Acara penutupan itu mengumandangkan misa Requiem gubahan Wolfgang Amadeus Mozart yang dibawakan Bataviaanse Oratorium dan orkestra NIROM. (Woodbury and Page)

Sepanjang 1941, tampak rasa keprihatinan bersama telah membungkus rasa persatuan di Hindia Belanda, antara pribumi dan Belanda. Barangkali, inilah kenangan manis dan terakhir di negeri koloni itu. Sampai-sampai “papan-papan dengan kata-kata Verboden voor honden en Inlander—Terlarang bagi Pribumi dan Anjingmulai menghilang dari wajah kota,” tulis perempuan itu.

Sejatinya sumbangan Hindia Belanda itu tidak hanya berbentuk uang seperti kisah Bijkerk, tetapi juga sumber daya alam. Pada masa 1940-1941, Hindia Belanda juga menggenjot produksi sumber daya alam mereka, seperti timah dan karet, yang dibutuhkan untuk memasok perlengkapan militer Amerika.

“Tetapi, tak ada yang sedikitpun menduga bahwa beberapa bulan lagi,” ungkap Bijkerk dalam bukunya, “Hindia Belanda yang telah cedera sulit untuk mengumpulkan dana guna pertahanannya sendiri.”

Baca juga: Virginia Hall, Mata-mata Perempuan Paling Berbahaya di Perang Dunia II

Kendati mengungsi ke Inggris, dari corong Radio Oranje, Ratu Wilhelmina menyerukan semangat kepada warga Belanda yang tengah diduduki Jerman. (Nationaal Archief/ Wikimedia Commons)