Suhu Menghangat, Wilayah Siberia yang Dingin dan Terpencil Mulai Bisa Ditinggali

By Gita Laras Widyaningrum, Senin, 17 Juni 2019 | 13:41 WIB
Pegunungan Altai, Rusia, Siberia. (Diy13/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id – Dunia ini semakin berubah seiring dengan kenaikan suhu. Beberapa wilayah seperti Siberia yang dulunya daratan beku dan amat dingin, nantinya bisa ditinggali.

Siberia dan Rusia merupakan area yang sangat luas, tetapi hanya ada 27% populasi di sana. Penyebabnya karena wilayah tersebut bukanlah tempat menarik untuk dijadikan rumah. Namun, pandangan itu akan segera berubah dalam beberapa dekade mendatang.

Baca Juga: Suhu Mencapai 48°C, India Hadapi Panas Ekstrem yang Membahayakan Nyawa

Berdasarkan perhitungan para ilmuwan, bagian Bumi yang dingin dan terpencil akan menjadi ‘lebih ramah’ pada 2100–mendorong migrasi skala besar akibat perubahan iklim.

“Migrasi manusia sebelumnya telah dikaitkan dengan perubahan iklim,” ujar Elena Parfenova, ahli ekologi hutan dari Sukachev Institute of Forest.

“Saat kemajuan peradaban mengembangkan teknologi yang memungkinkan untuk beradaptasi, manusia jadi kurang bergantung pada lingkungan. Kami ingin mempelajari lebih lanjut mengenai bagaimana perubahan iklim di masa depan dapat membuat wilayah Siberia dan Rusia layak huni bagi manusia,” paparnya.

(YURY TARANIK/Getty Images/iStockphoto)

Parfenova dan rekannya menggunakan skala bernama Representative Concentration Pathway (RCP) serta model sirkulasi Coupled Model Intercomparison Project Phase 5 untuk memprediksi bagaimana rupa area seluas 13 juta kilometer persegi di Siberia pada akhir abad.

Dari hasil studi tersebut, para ilmuwan menemukan bahwa suhu akan meningkat 3.4-9.1°C (6.1-16.4°F) di musim dingin dan 1.9-5.7°C (3.4-10.3°F) pada musim panas mulai tahun 2080-an. Secara keseluruhan, curah hujan tahunan bisa naik sekitar 60-140 mm.

Iklim di sepanjang Siberia sangat bervariasi­–seringnya suram dan tidak ramah. Namun, para peneliti mengatakan, perubahan iklim ringan cukup untuk membuat 15% di wilayah tersebut cocok untuk ditinggali sehingga dapat mempertahankan populasi manusia.

“Dilihat dari faktor iklim, perubahan ini bisa memberi perbedaan signifikan antara hidup dan mati,” kata Amber Soja, peneliti dari National Institute of Aerospace di NASA Langley Research Centre yang juga terlibat dalam studi.

Di bawah kondisi perubahan iklim yang parah, cakupan permafrost akan turun dari 65% menjadi 40%.