‘Skenario 2050’, Prediksi Peneliti Tentang Kepunahan Manusia dalam 30 Tahun Mendatang

By Gita Laras Widyaningrum, Rabu, 26 Juni 2019 | 11:11 WIB
Studi tahun 2015 melaporkan bahwa kepunahan massal keenam yang telah lama diprediksi, sudah mulai terlihat. (Thinkstock)

Nationalgeographic.co.id – Sebuah laporan terbaru memperingatkan bahwa ada risiko yang membahayakan eksistensi manusia dalam beberapa dekade mendatang akibat krisis iklim.

Lebih lanjut, laporan tersebut menyatakan, peradaban manusia mungkin bisa berakhir dalam tiga dekade jika tidak ada aksi yag dilakukan untuk mencegahnya.

Laporan dari Breakthrough National Centre for Climate Restoration ini menggarisbawahi skenario kepunahan di mana manusia tidak mampu lagi bertahan hidup pada akhir 2050.

Baca Juga: Anomali Cuaca Ekstrem, Berikut Penjelasan BMKG Terkait Embun Es di Dieng

Para peneliti berpendapat, saat ini kita sedang berada pada situasi unik, dengan suhu tinggi yang belum pernah dirasakan sebelumnya serta jumlah populasi hampir delapan miliar orang.

Berdasarkan hal itulah, para ilmuwan kemudian meneliti “skenario 2050” di mana manusia akan menghadapi kehancuran dalam tiga dekade. Berikut rinciannya:

2020-2030

Pemimpin dunia gagal bertindak sesuai dengan Perjanjian Paris. Mereka tidak bisa menjaga Bumi dari kenaikan suhu. Sebuah studi menyatakan bahwa kadar karbondioksida telah mencapai 437 ppm–angka yang belum pernah telihat dalam 20 juta tahun terakhir. Planet Bumi sendiri sudah menghangat sekitar 1.6°C (2.8°F).

2030-2050

Puncak emisi akan terjadi pada 2030 dan kemudian berkurang setelahnya. Meski begitu, umpan balik siklus karbon dan penggunaan bahan bakar fosil yang berkelanjutan diperkirakan akan membuat suhu naik menjadi 3°C.

2050

Pada 2050, diperkirakan akan ada konsesus ilmiah terkait titik kritis lapisan es di Greenland dan Antartika Barat dengan pemanasan 2°C.

Pada tahap ini, dampak terhadap manusia sudah tidak bisa disangkal lagi. Sebanyak 55% populasi global akan menjadi subjek dari panas mematikan selama 20 hari–manusia akan sulit bertahan dalam kondisi tersebut.

Amerika Utara akan mengalami cuaca ekstrem, kebakaran hutan, kekeringan dan gelombang panas. Tidak ada musim hujan di Tiongkok sehingga sungai-sungai besar di Asia hampir kering. Sementara itu, curah hujan di Amerika Tengah turun hingga setengahnya.

Kondisi panas mematikan di seluruh Afrika Barat akan terjadi selama lebih dari 100 hari dalam setahun. Penduduk di negara-negara miskin tidak bisa mendapat akses ke penyejuk udara (AC) untuk membantu mereka bertahan hidup dalam suhu panas.

Baca Juga: Pada Hari Pertama Musim Panas, di Wilayah Ini Justru Turun Salju

Produksi makanan juga akan terpengaruh. Jumlahnya tidak cukup untuk memberi makan populasi dunia sehingga lebih dari satu miliar orang diperkirakan akan terlantar.

Masalah ini juga akan berdampak pada kemanan nasional. Adanya wabah penyakit serta kelaparan dan memicu konflik bersenjata antarnegara hingga menjadi perang nuklir.

Menurut para peneliti, skala kehancurannya bisa membuat peradaban manusia berakhir.

Dengan kemungkinan gambaran mengerikan di masa depan manusia ini, para peneliti merekomendasikan setiap negara “untuk segera memeriksa peran yang dapat dilakukan sektor keamanan serta menyediakan sumber daya untuk membangun sistem industri yang bebas emisi dan mengurangi karbon di udara demi melindungi peradaban manusia”.

Menurut mereka, hal tersebut masih bisa dilakukan untuk mencegah kepunahan di Bumi. Kita hanya perlu segera bertindak sekarang.