“Darah mereka diawetkan untuk minum, dan kadang dibuat menjadi puding yang disajikan dengan nasi.”

Ida Laura Reyer Pfeiffer mengenakan syal dan kain renda. Ida sangat ingin mengatasi keterbatasannya sebagai seorang wanita dari abad ke-19, tetapi dia tidak sepenuhnya menentang kodratnya. Globe di latar belakang menambah sentuhan ilmiah.
“Sebelum saya menyadarinya, sekawanan lelaki telah melingkari saya seraya menodongkan tombak mereka, dengan tatapan ngeri dan liar.”

Sosok Ida Laura Reyer Pfeiffer dalam busana melancong dari kain linen warna kelabu. Litografi karya Adolf Dauthage (1825–1883).
Ulrich Kozok dari University of Hawaii—seorang Jerman yang mengkaji budaya dan sastra Batak—mengungkapkan sosok Ida Pfeiffer sebagai “Turis Pertama di Daerah Batak”.
Perjalanan Ida ke Tanah Batak mengisi sebagian besar kisahnya tatkala berjejak di Sumatra. Selama perjalanannya keliling dunia, dia juga mengumpulkan spesimen aneka satwa dan puspa, juga peranti budaya dari tempat yang dikunjunginya. Buah tangan Ida dari Batak turut menghias Museum für Völkerkunde, sebuah museum etnografi di Wina: Tongkat 'Tunggal Panaluan' sepanjang hampir dua meter.