Nationalgeographic.co.id - Mengetahui potensi diri memang bukanlah sesuatu yang mudah. Terutama ketika kita mengenal orang lain yang lebih potensial.
Percaya diri bukanlah sesuatu yang didapatkan dengan gratis bila bukan kita sendiri yang mewujudkannya.
Penerimaan atas diri bisa dipengaruhi dari dalam diri dan luar seperti lingkungan keluarga, kerabat, dan masyarakat luas.
Membandingkan diri dengan orang lain bahkan sudah membudaya di lingkup kehidupan kita yang paling kecil: keluarga.
Baik sadar ataupun tidak, orang tua sering kali membandingkan anaknya dengan anak orang lain. Hal ini bisa berefek buruk bagi psikologis kita, bahkan berlanjut hingga di kehidupan dewasa.
Baca Juga: Instagramxiety, Rasa Cemas Melihat Unggahan Orang Lain di Instagram
Waktu demi waktu berlalu, sikap percaya diri bisa terpengaruh karena kita terlampau terbiasa membandingkan diri dengan orang lain. Iri dan tidak percaya diri adalah dua dari banyak akibat buruk karena sikap membandingkan diri dengan orang lain.
Bahkan menurut Hellosehat.com kita tidak akan pernah bisa selesai membandingkan diri dengan orang lain.
Kondisi ini diperparah dengan kehadiran internet.
Kita bisa mengontrol sikap kepercayaan diri dan kebahagiaan kita. Bila kamu sedang merasa tidak percaya diri, pahami penyebabnya berikut ini.
Media Sosial
Dalam dunia internet, khususnya jejaring media sosial, seringkali muncul artis-artis dengan fisik rupawan, baik itu model kecantikan, produk fashion, atau lainya.
Hal ini sering kali membuat kita tidak percaya diri dan merasa rendah diri dengan bentuk fisik yang kita punya.
Baca Juga: Sering Iri Melihat Unggahan Orang Lain di Media Sosial? Ini Cara Mengatasinya
Secara tidak langsung ini akan membuat kita membandingkan diri kemudian menyebabkan minder, kecemasan, dan perasaan selalu merasa kurang akan sesuatu yang tengah kita miliki.
Hadirnya media sosial membuat kita sering melihat kisah hidup orang lain yang bisa jadi lebih bahagia. Sehingga akhirnya kita berpikiran bahwa hidup kita tidak berarti dan tidak bahagia.
Padahal setiap orang memiliki jatah waktu bahagia yang berbeda.
Benar kata Mark Manson -Penulis buku Sebuah Seni Bersikap Bodo Amat asal Amerika- para pendahulu kita telah meringankan beban ekonomi dengan menciptakan teknologi. Sayangnya, kemajuan teknologi turut menyalurkan masalah baru: psikologi.
Baca Juga: 5 Aturan Sehat Bermain Instagram Agar Kesejahteraan Mental Terjaga
Apresiasi Diri
Alasan sederhana mengapa kita selalu membandingkan diri dengan orang lain adalah karena kita memang butuh diapresiasi. Baik diapresiasi oleh orang lain ataupun oleh diri sendiri.
Dan sering kali apresiasi ini datang dengan cara membandingkan diri dengan orang lain agar merasa diri lebih baik dari orang lain. Tapi ternyata hal ini sangat salah kaprah.
Salah kaprah ketika kita merasa istimewa daripada orang lain. Ini akan membuat kita melambung tinggi. Tapi ini bukan kebahagiaan.
Apresiasi diri seperlunya dan bersikaplah sederhana, seperti kata band Nosstress dalam kutipan lagunya yang berjudul Pegang Tanganku, "Sederhanakan diri".
Merasa sederhana bisa membuatmu lebih bahagia.
Berhenti Membandingkan diri Dengan Orang Lain
Semua orang memang butuh dukungan dan motivasi dari orang lain. menjadikan orang lain sebagai panutan dan acuan pencapaian diri memang tidak salah. Akan tetapi, mengukur kesuksesan, kebahagiaan, dan pencapaian tidak bisa disamaratakan dengan banyak orang.
Kita memiliki jatah kebahagiaan dan kesedihan yang berbeda.
Baca Juga: Ingin Merasa Lebih Bahagia? Cobalah Mengenal Diri Anda Sendiri
Bila membandingkan diri sendiri justru membuat kita menjadi iri, minder, cemas, bahkan hingga frustrasi. Sudahi kebiasaan buruk itu. Kenali diri kita lebih dalam. Bersahabatlah dengan kehidupan.
Bila penyebabnya datang dari Media sosial, tentu kita tidak bisa menyalahkan orang lain atas kebebasannya mengunggah konten yang dia inginkan. Tapi kita bertanggung jawab atas sikap kita atas unggahan orang lain. Baik sedih ataupun Bahagia. Dan cobalah batasi berselancar di media sosial.
Jadi siapa yang berperan menentukan penerimaan kita atas diri sendiri? Kita atau Media Sosial?