Rinjani Semakin Indah Bertopi Awan, Tapi Tidak Bagi Pendaki dan Pilot

By Mahmud Zulfikar, Jumat, 19 Juli 2019 | 16:10 WIB
Awan topi menyelimuti Gunung Rinjani, Rabu (17/7/2019). (Instagram/@mountnesia )

Nationalgeographic.co.id - Akhir-akhir ini kita merasakan udara malam yang begitu dingin dan bisa membuat tubuh kita menggigil. Tampaknya, meningkatnya suhu dingin ini berkaitan dengan musim kemarau.

Beberapa fenomena unik hadir di beberapa daerah. Mulai dari suhu udara pada malam hari lebih dingin dari biasanya, turunya salju di Dieng, dan yang terbaru adalah kumpulan awan berbentuk topi yang menaungi Gunung Rinjani.

Rinjani terlihat semakin eksotis dengan fenomena alam ini. 

BMKG menjelaskan fenomena ini lumrah terjadi di puncak gunung ketika kemarau terjadi.

Baca Juga: Ditengah Kemarau Menyengat, Tiba-tiba Turun Hujan. Ketahui Penyebabnya

Tapi meski terlihat indah. Kumpulan awan berbentuk topi ini ternyata sangat membahayakan bagi pendaki gunung dan pilot.

Saat kemarau, bumi bekerja lebih ekstra menyerap panas di siang hari. Ketika waktu malam datang, bumi melepaskan panas keluar atmosfer lebih banyak, inilah yang membuat suhu udara lebih dingin.

Kondisi dingin ini bergantung juga pada elevasi daerah. Semakin tinggi daerah dari permukaan laut, maka semakin rendah suhu udaranya. 

Baca Juga: Kontaminasi Radioaktif di Wilayah Ini Ternyata Lebih Banyak dari Chernobyl

Topi awan ini menunjukan suhu udara hangat yang bertabrakan dengan suhu dingin, sehingga membentuk kumpulan awan.

Awan lentikular ini menandakan suhu udara yang sangat dingin terjadi di gunung, dan bisa menyebabkan hipotermia bagi para pendaki.

Dilansir dari Kompas.com awan ini juga berbahaya bagi pilot karena bisa menyebabkan turbulensi.