Sepenggal Kisah Bahagia dan Haru Para Kesatria Biru di Jakarta

By Mahandis Yoanata Thamrin, Senin, 29 Juli 2019 | 13:43 WIB
Setelah berjam-jam melawan api dan asap, seorang petugas tertunduk kelelahan. Mereka bersemboyan "pantang pulang sebelum padam". Namun, permukiman padat dan tak tertata adalah medan perang yang sulit. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)
Saksofon yang ditiup Febri (kanan) mengalun di ruangan latihan korps musik dinas pemadam Jakarta. Jadwal latihan mereka tiga kali seminggu, selain berolahraga di hari-hari lainnya. Walaupun tugas utamanya bermain musik dan tampil dalam berbagai acara, mereka siap melawan api jika dibutuhkan saat terjadi kebakaran besar. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)

Setimpalkah apa yang mereka terima dari perlakuan warga dibanding dengan darma yang telah mereka tunaikan? Jawabnya, petugas tak pernah berpikir tentang balasannya. Mereka hanya menjawab panggilan kemanusiaan untuk menolong. Ketulusan sudah menjadi tekad mereka. Namun masih saja ada warga yang mengira untuk memanggil bantuan petugas pemadam dibutuhkan biaya. Sikap warga tersebut membuat hati sebagian petugas sedih dan mengelus dada.

Tentu saja tak semua warga Jakarta bertabiat beringas dan susah diatur. Masih banyak warga di belahan Jakarta lainnya yang bekerja membantu pemadam.

Latihan penyelamatan di pusat pelatihan dan laboratorium pemadam kebakaran yang terletak di kawasan Jakarta Timur. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)

Wahyudi juga mengisahkan ketika ia dan pasukannya tengah duduk letih di pinggir jalan usai pemadamaman di daerah dekat Stasiun Tanah Abang. Tiba-tiba seorang perempuan menghampirinya sambil memberikan sebungkus ongol-ongol, jajanan khas betawi. “Seorang gadis cantik memberikan bungkusan sambil mengucapkan terima kasih kepada saya dan berlalu begitu saja,” kenang Wahyudi. “Di tengah cacian warga yang tak puas dengan kinerja pemadam kebakaran, masih ada saja orang yang peduli dengan kami,” ucapnya.

Kisah kehidupan petugas pemadam kebakaran ini merupakan dinukil dari penugasan Mahandis Yoanata Thamrin dan Reynold Sumayku untuk kisah feature “Laga Sang Ksatria Penantang Api” yang terbit di National Geographic edisi April 2011.

Titin Sunarsih selalu tak kuasa menahan haru jika teringat putranya, Sulistiyo Putranto, yang gugur saat berdinas memadamkan kebakaran. Bahaya yang mengancam keselamatan para pemadam tidak hanya api, tetapi juga asap, kesetrum listrik, dan tertimpa runtuhan bangunan yang kerap terjadi menyusul peris (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)