Sedangkan sumber gempa sesar aktif paling tinggi, rata-rata hanya mampu memicu gempa dengan magnitudo 7,5.
"Sumber gempa megathrust terletak di laut, dan sumber gempa sesar aktif banyak yang terletak di daratan, dekat perkotaan bahkan dekat tempat tinggal kita," kata dia.
Daryono menambahkan tingkat kerusakan akibat gempa yang ditimbulkan tidak hanya tergantung kepada magnitudo, melainkan juga jaraknya dengan episentrum dan kondisi geologi lokal.
"Fenomena semacam ini dikenal sebagai local site effect, akibat gempa bumi," papar dia.
Fenomena local site effect terjadi akibat adanya lapisan material sedimen halus atau tanah lunak. Di mana saat terjadi gempa akan mengalami resonansi hingga dapat memperbesar guncangan gempa atau amplifikasi gempa.
"Maka di kawasan tanah lunak, efek gempa akan lebih dahsyat bahkan dapat memicu likuefaksi," kata dia lagi. Tingginya risiko bencana, sambungnya, dapat ditekan sekecil mungkin dengan upaya mitigasi.
"Kita harus bersungguh-sungguh merealisasikan bangunan tahap gempa bumi," kata dia.
Baca Juga: Suhu Bumi Memanas dengan Lebih Cepat, Apa Saja Penyebabnya?
Mitigasi Bencana
Selanjutnya, selain melakukan penataan ruang pantai yang aman tsunami, hal yang perlu dilakukan yakni memastikan semua masyarakat pesisir memahami konsep evakuasi mandiri dengan menjadikan gempa kuat di pantai sebagai peringatan dini tsunami.
"Selain itu masyarakat harus memahami bagaiaman cara selamat saat terjadi gempa bumi dan tsunami," imbuh dia.
Sebagai penutup, Daryono menegaskan peristiwa gempa bumi dan tsunami adalah keniscayaan di wilayah Indonesia, yang penting dan harus dibangun adalah mitigasi, kesiapsiagaan, kapasitas stakeholder dan masyarakatnya.
"Termasuk infrastruktur untuk menghadapi gempa bumi dan tsunami yang mungkin terjadi," kata dia.Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Selain Megathrust, Masyarakat Perlu Waspadai 295 Sesar Aktif". Penulis: Angga Setiawan.