Nationalgeographic.co.id - Wilayah Indonesia yang terletak di antara Ring of Fire membuatnya rentan terhadap bencana terutama gempa bumi. Selain ancaman gempa besar yang diakibatkan oleh lempeng Megathrust, masyarakat juga perlu mewaspadai sumber gempa sesar aktif. Pasalnya sesar aktif bersumber di daratan dan berdekatan dengan kawasan tempat tinggal masyarakat.
"Ditinjau dari frekuensi kejadian gempa merusak, maka sesar aktif lebih sering terjadi dan menimbulkan kerusakan serta korban jiwa dibandingkan megathrust yang sebenarnya lebih jarang terjadi," ucap Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono kepada Kompas.com, Jumat (16/8/2019).
Menurut Daryono, dalam buku Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) 2017, disebutkan bahwa sumber gempa dari segmen megathrust hanya berjumlah 16 segmen. Sementara jumlah segmen sesar aktif yang dimiliki Indonesia lebih dari 295 sesar aktif.
Baca Juga: Lima Cara yang Bisa Kita Lakukan untuk Mencegah Pemanasan Global
Gempa Besar
Sebagai contoh, gempa dahsyat yang berpusat di darat seperti gempa Yogyakarta 2006, gempa Pidie Jaya 2016, gempa Lombok dan Palu 2018 terbukti telah menimbulkan kerusakan yang hebat.
"Gempa tersebut menelan banyak korban jiwa dan menimbulkan kerugian sangat besar. Karena pusatnya berada di daratan dekat pemukiman masyarakat," kata dia.
"Gempa tersebut dipicu oleh sumber gempa sesar aktif, dan bukan dari sumber gempa megathrust," imbuhnya.
Oleh karena itu, Daryono mengimbau kepada masyarakat agar lebih aware terhadap lingkungan sekitar, dan jangan menjadikan sesar aktif sebagai sumber gempa yang terlupakan dan terabaikan.
"Ancaman sumber gempa sesar aktif ternyata tidak kalah membahayakan jika dibandingkan dengan gempa megathrust," katanya lagi.
Saat disinggung terkait perbedaan sumber gempa megathrust dan sesar aktif, imbuh dia, keduanya sama-sama memicu terjadinya gempa kuat. Hanya saja, ada sedikit perbedaan dimana sumber gempa Megathrust bisa memicu terjadinya gempa hingga mencapai magnitudo 8-9.
Kerusakan Akibat Gempa
Sedangkan sumber gempa sesar aktif paling tinggi, rata-rata hanya mampu memicu gempa dengan magnitudo 7,5.
"Sumber gempa megathrust terletak di laut, dan sumber gempa sesar aktif banyak yang terletak di daratan, dekat perkotaan bahkan dekat tempat tinggal kita," kata dia.
Daryono menambahkan tingkat kerusakan akibat gempa yang ditimbulkan tidak hanya tergantung kepada magnitudo, melainkan juga jaraknya dengan episentrum dan kondisi geologi lokal.
"Fenomena semacam ini dikenal sebagai local site effect, akibat gempa bumi," papar dia.
Fenomena local site effect terjadi akibat adanya lapisan material sedimen halus atau tanah lunak. Di mana saat terjadi gempa akan mengalami resonansi hingga dapat memperbesar guncangan gempa atau amplifikasi gempa.
"Maka di kawasan tanah lunak, efek gempa akan lebih dahsyat bahkan dapat memicu likuefaksi," kata dia lagi. Tingginya risiko bencana, sambungnya, dapat ditekan sekecil mungkin dengan upaya mitigasi.
"Kita harus bersungguh-sungguh merealisasikan bangunan tahap gempa bumi," kata dia.
Baca Juga: Suhu Bumi Memanas dengan Lebih Cepat, Apa Saja Penyebabnya?
Mitigasi Bencana
Selanjutnya, selain melakukan penataan ruang pantai yang aman tsunami, hal yang perlu dilakukan yakni memastikan semua masyarakat pesisir memahami konsep evakuasi mandiri dengan menjadikan gempa kuat di pantai sebagai peringatan dini tsunami.
"Selain itu masyarakat harus memahami bagaiaman cara selamat saat terjadi gempa bumi dan tsunami," imbuh dia.
Sebagai penutup, Daryono menegaskan peristiwa gempa bumi dan tsunami adalah keniscayaan di wilayah Indonesia, yang penting dan harus dibangun adalah mitigasi, kesiapsiagaan, kapasitas stakeholder dan masyarakatnya.
"Termasuk infrastruktur untuk menghadapi gempa bumi dan tsunami yang mungkin terjadi," kata dia.Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Selain Megathrust, Masyarakat Perlu Waspadai 295 Sesar Aktif". Penulis: Angga Setiawan.