Leluhur Manusia Indonesia dari Beragam Asal Usul, Perilaku Diskriminasi Pada Warga Papua Sangat Tak Relevan

By Bayu Dwi Mardana Kusuma, Selasa, 20 Agustus 2019 | 16:35 WIB
Festival Lembah Baliem di Kabupaten Wamena, Papua, berlangsung 6-8 Agustus 2015. (Lutfi Fauziah)

 

Nationalgeographic.co.id - Kesetaraan dan persaudaraan masyarakat Papua berjalan lintas warna kulit dan agama. Semisal, tokoh Papua, Thaha Al Hamid yang seorang muslim, dihormati setara dengan para pemimpin adat Papua yang lain.

Persaudaraan Kristiani, Islam, dan berbagai kelompok di Papua sejatinya berlangsung cair dan lekat. Semisal di daerah Fakfak yang pernah berada di bawah pengaruh Kesultanan Ternate di Maluku Utara, dihuni oleh warga Papua Muslim yang berhubungan erat dengan saudara-saudara Papua Kristiani di daerah sekitarnya.

Perilaku rasisme terhadap warga Papua di Jawa Timur, dituding menjadi pemicu kemarahan massa di Sorong dan Manokwari serta unjuk rasa di Jayapura. Media massa di Jakarta pun ramai memberitakan kerusuhan tersebut.

Baca Juga: Dugaan Perusakan Terhadap Bendera Merah Putih oleh Oknum Mahasiswa Papua di Surabaya, Berikut Kronologisnya…

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa kemudian menghubungi Gubernur Papua Lukas Enembe dan meminta maaf atas perilaku rasis dan tindakan tidak menyenangkan dari sekelompok kecil orang di Jawa Timur terhadap warga Jatim asal Papua.

Kerusuhan terjadi di Kota Sorong dan Kota Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8). Peristiwa ini menyusul terjadinya insiden pengepungan Asrama Papua di Kota Surabaya dan Kota Malang, Jawa Timur pada hari Sabtu (17/8) oleh massa beratribut ormas.

Sejumlah ibu di Ransiki, ibu kota Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Papua Barat, mengambil daging ayam yang siap untuk dimakan yang dimasak dengan proses pembakaran batu, Sabtu (31/10). Memasak makanan dengan bakar batu adalah tradisi yang berkembang pada masyarakat Papua. (Foto bawah) sejumlah (Jannes Eudes Wawa)