Leluhur Manusia Indonesia dari Beragam Asal Usul, Perilaku Diskriminasi Pada Warga Papua Sangat Tak Relevan

By Bayu Dwi Mardana Kusuma, Selasa, 20 Agustus 2019 | 16:35 WIB
Festival Lembah Baliem di Kabupaten Wamena, Papua, berlangsung 6-8 Agustus 2015.
Festival Lembah Baliem di Kabupaten Wamena, Papua, berlangsung 6-8 Agustus 2015. (Lutfi Fauziah)

 

Sapaan Bapa–Anak, Ade, Kaka, Mama, Mace, Pace, Paitua, dan lain-lain adalah bahasa keakraban dan persaudaraan sesama warga Papua dalam membahasakan diri, seperti penggunaan sebutan “masyarakat” untuk menyebut sesama secara inklusif.

Peneliti Senior LIPI Adriana Elisabeth mengingatkan pentingnya membangun dialog dalam semangat kesetaraan. “Masyarakat Papua itu ingin didengar. Di masa silam, masyarakat ditekan dan teraniaya. Biasanya sesudah mengeluarkan isi hati, dengan mudah masyarakat diajak bicara hati ke hati dan mencapai kesepakatan. Intinya adalah dialog,” kata Adriana.

Ia bersama almarhum Muridan Widjojo dan para peneliti LIPI merintis riset dan hubungan dengan seluruh masyarakat Papua sejak puluhan tahun. Pola pendekatan hati dan empati inilah yang dilakukan Presiden RI ke-4 Abdurahman Wahid alias Gus Dur yang mengangkat simbol-simbol Papua.

Baca Juga: Bercita-cita Dorong Warga Papua Jadi Presiden Indonesia, Lelaki Asal AS Ini Memilih Jadi WNI

Suasana Kampung Saga, Distrik Metemani, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, Selasa (4/9/2018). Untuk mencapai kampung ini butuh waktu sekitar 5 jam dengan kapal cepat. ()