Papua Kisruh, Bendera Bintang Kejora Bermunculan. Freddy Numberi Bilang, 'Itu Bendera Budaya'

By Mahmud Zulfikar, Sabtu, 31 Agustus 2019 | 06:35 WIB
Pengibaran bendera Bintang Kejora di Fakfak, Papua Barat. (Foto: Eko)

Nationalgeographic.co.id – Ketika kerusuhan di Papua mulai meletup sejak hari Senin (19/8/2019) mulai beredar isu kemerdekaan Papua.

Di hari ketiga kerusuhan di Papua, tepatnya terjadi di Kabupaten Fakfak, Papua Barat pada Rabu (21/8/2019), bendera bintang kejora sempat dikibarkan.

Isu separatis Papua memang sudah lama terdengar, kerusuhan yang dipicu oleh tindakan rasialisme terhadap Mahasiswa Papua di Surabaya kembali menjadi pantikan isu separatis ini mencuat kembali.

Baca Juga: Leluhur Manusia Indonesia dari Beragam Asal Usul, Perilaku Diskriminasi Pada Warga Papua Sangat Tak Relevan

Pada konferensi pers di Kantor Kemenko polhukam, Jumat (30/8/2019), mantan Gubernur Papua tahun 1998 sekaligus Purnawirawan TNI-AL Freddy Numberi,  menjelaskan apa yang menjadi makna bendera bintang kejora.

Persoalan makna bendera bintang kejora, kita pasti mengingat sikap Gus dur terhadap bendera identitas Rakyat Papua.

Semasa hidupnya, Gus Dur memberikan teladan tentang kepedulian akan situasi di Papua.

Baca Juga: BBM Satu Harga Bawa Papua Lebih Sejahtera, Keadilan Energi Bukti Indonesia Tolak Diskriminasi

Sejumlah mahasiswa Papua di Jakarta yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme, menggelar aksi unjuk rasa di seberang Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Kamis (22/8/2019). Mahasiswa Papua meminta Presiden Joko Widodo memastikan proses hukum pelaku rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Ia selalu mengedepankan dialog dengan melibatkan kepala suku dan tokoh agama dengan prinsip partisipatif, tanpa kekerasan dan mengutamakan keadilan.

Ia mencontohkan langkah Gus Dur untuk mengembalikan nama Papua sebagai nama resmi dan mengizinkan pengibaran bendera bintang kejora sebagai bendera kebanggaan dan identitas kultural masyarakat Papua.

Upaya tersebut merupakan bagian dari pendekatan dialog yang dilakukan oleh Gus Dur.

Baca Juga: Belajar Tentang Perbedaan dari Suku Korowai di Papua

Bendera bintang kejora sebagai bendera identitas kultural juga dibenarkan oleh Freddy Numberi, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan zaman SBY.

“Saya sekali lagi katakan itu bukan bendera negara. Itu adalah bendera budaya. Belanda sebutkan itu land vlag. Land vlag itu bendera budaya. Bendera tanah,” jelas Freddy tegas.

Mahasiswa Papua menggelar aksi demonstrasi di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019). Massa aksi menuntut agar rasialisme terhadap rakyat Papua dihentikan dan menuntut pemerintah membuka kembali akses internet di Papua. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Baca Juga: Dugaan Perusakan Terhadap Bendera Merah Putih oleh Oknum Mahasiswa Papua di Surabaya, Berikut Kronologisnya…

Mantan Menteri Perhubungan 2009-2011 itu juga menjelaskan bahwa ada banyak pihak yang menginginkan Indonesia pecah.

“Lagu Kebangsaan itu namanya volkslied, lagu rakyat. Mana ada belanda mau bikin papua merdeka itu. Itu mimpi itu,” jelasnya lagi.

“Belanda ingin punya foothold di asia sini. Makanya dia pakai Papua sebagai sarana untuk bisa mengadu domba kita. Ini yang harus kita pahami. Ini sejarah Indonesia harus kita pahami dengan baik. Kalau tidak kita mudah di adu domba sama orang,” imbuh Freddy Numberi.

Baca Juga: Penjemputan Paksa Mahasiswa Papua di Surabaya oleh Aparat Berlangsung Tegang, Berikut Kronologisnya...

Jaringan Gusdurian menyadari sepenuhnya bahwa selama ini Papua sebagai tempat yang memiliki kekayaan alam melimpah justru menjadi kawasan yang tertinggal di Indonesia.

Oleh sebab itu, keadilan dan perlakuan yang tidak setara masih terjadi di Papua hingga sekarang.

Perwakilan pemuda dari Nduga, Samuel Tabuni mengatakan, masalah Papua adalah masalah besar bagi bangsa ini.

konferensi pers Menko polhukam, Wiranto bersama sejumlah tokoh Papua di kantor Kemenko polhukan Jakarta, Jumat (30/8/2019) (Fotokita/Mahmud Zulfikar)

Baca Juga: Penjemputan Paksa Mahasiswa Papua di Surabaya oleh Aparat Berlangsung Tegang, Berikut Kronologisnya...

Kita bisa melihat sejarah Freeport misalnya, “PT Freeport itu, untuk melibatkan orang Papua itu sulit sekali, kalaupun waktu itu perjanjiannya dilakukan bersama pemerintah, lalu orang Papua melakukan demo yang luar biasa, lalu ada perhatian,” jelas Samuel.

Kemudian Samuel menyinggung soal Otonomi Khusus (otsus).

“UU Otsus. UU itu lahir, orang Papua harus demo, demonya sampai bentuk tim 100 ke Jakarta. Lalu kita dapat Otsus,” tambahnya.

Kemudian dia membahas rasisme terhadap mahasiswa di Surabaya.

Baca Juga: Berembus Isu Mahasiswa Papua di Surabaya Diperlakukan Tak Adil, Warga Manokwari Letupkan Kerusuhan

“Khusus kemarin di Surabaya, kita harus demo baru ada proses hukum. Padahal proses rasisme ini sudah terjadi sejak lama, itu menjadi amarah bagi orang Papua hari ini. Waktu Pak Natalius Pigai berbicara pada publik, kemudian ada pernyataan analisis. Negara tidak hadir. Justru negara hadir ketika orang Papua marah di Surabaya,” jelas Samuel yang berbicara disamping Wiranto.

Mahasiswa Papua Gelar Aksi Unjuk Rasa, Kibarkan Bintang Kejora dan Menari Tari Wisisi Sebagai Bentuk Protes (KOMPAS.com/Cynthia Lova)

Baca Juga: Massa Aksi di Manokwari Papua Memanas dan Bakar Gedung DPRD Papua Barat

“Kami terus merasa terganggu dengan program-program yang tidak memberi keunggulan-keunggulan besar bagi  generasi muda Papua. Dalam waktu yang bersamaan operasi militer terus terjadi di tanah Papua. Disana hampir 100% generasi Papua hari ini bapak ibu bisa lihat. Yang hari ini turun di lapangan semua anak anak muda,” tambah Samuel.

Wiranto menegaskan pemerintah akan tetap melakukan pendekatan persuasif demi menyelesaikan masalah Papua.

Karena itu Wiranto berharap situasi segera kondusif agar dialog konstruktif, damai, dan terbuka bisa segera terjadi.