Nationalgeographic.co.id - Jika berkunjung ke Baduy dalam waktu dekat ini, Anda akan melihat pemandangan baru. Kini, terdapat papan-papan pengumuman yang mengingatkan pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya.
Agus Bule, Ketua Kelompok Sadar Wisata Baduy mengatakan, sampah di Baduy saat ini sudah sangat banyak. "Masyarakat Baduy sendiri bahkan kewalahan mengatasinya," ujarnya.
Hal ini tidak mengherankan, sebab, berdasarkan sensus penduduk di tahun 2010, jumlah penduduk Baduy dan sekitarnya sudah mencapai 26 ribu jiwa. Mereka tersebar di beberapa kampung terutama di Baduy Dalam yang terdiri dari kampung adat Cibeo, Cikertawan, dan Cikeusik. Jumlah ini belum termasuk wisatawan yang jumlahnya mencapai ribuan setiap bulannya. Masalah sampah pun tidak terhindarkan.
Inilah yang menjadi perhatian komunitas Bike to Work (B2W) Indonesia, khususnya yang berdomisili di area Tangerang, saat berkunjung ke Baduy pada bulan Maret 2019 lalu.
"Kami melihat sendiri bahwa masalah sampah di Baduy seperti bom waktu, suatu ketika akan meledak dan membesar, di mana penanganannya jauh lebih sulit," kata Ketua B2W Indonesia, Poetoet Soedarjanto yang turut serta dalam rombongan.
Baca Juga: Tanggul Laut Ramah Lingkungan dari Sabut Kelapa Ala Peneliti ITB
B2W pun kemudian membuat pagar di lahan yang telah dibeli oleh seorang donatur, serta membuat tempat pembuangan sampah terpadu sehingga sampah terlokalisir di satu tempat.
"Alhamdulillah, dalam kerja bakti pertama setelah adanya tempat pembuangan sampah terpadu ini, kami bisa mengumpulkan 80 kantong sampah sekaligus. Untuk sementara waktu, masalah sampah di Baduy Dalam teratasi," kata Agus.
Ribuan pengunjung kampung adat Baduy memang membawa berkah untuk perekonomian warga. Namun di sisi lain, akan ada sampah yang menggunung yang merupakan buangan rumah tangga warga Baduy maupun buangan wisatawan.
Sejatinya, warga Baduy sendiri memiliki ritual adat Kawalu, yaitu dalam masa tiga bulan di setiap tahunnya, Baduy Dalam akan tertutup dari pengunjung dan wisatawan hanya bisa sampai di Baduy Luar. Ritual adat ini sudah berlangsung ratusan tahun, di mana pada masa tiga bulan tersebut warga Baduy Dalam akan melakukan puasa dan pembersihan di kampungnya.
Hanya saja, semakin meningkatnya jumlah wisatawan--apalagi setelah Baduy meraih penghargaan Kampung Adat Terpopuler 2018 pada ajang Anugerah Pesona Indonesia--masalah sampah mulai membuat resah dan semakin mengganggu. Baduy tak lagi resik seperti dulu.
Giat Bebersih Sampah Baduy
Tak mau kehilangan momentum, setelah membuat tempat pembuangan terpadu, komunitas B2W melanjutkan aksinya pada akhir minggu lalu dengan melakukan program Giat Bebersih Sampah Baduy dan penancapan beberapa papan pengumuman di Baduy Dalam.
"Sebagai penggugah dan pengingat, karena ketika kita kembali ke alam, ke Baduy yang eksotis, kita pun punya kewajiban untuk melestarikannya, bukan sebaliknya," kata Poetoet. Program ini juga didukung oleh greeners.co dan framebike.
"Rombongan B2W yang berangkat ada 21 orang dan kebanyakan membawa keluarga," kata Koordinator Giat Bebersih Sampah Baduy, Eko Susilo.
Yang unik, untuk mencapai Baduy mereka melakukan gobar atau gowes bareng mulai dari Rangkas Bitung menuju Ciboleger sejauh 40 kilometer.
"Gowes santai saja, malah banyak foto selfienya, karena niatnya bebersih sampah di Baduy bersama masyarakat di sana, bukan balapan," kata Eko seraya tertawa.
Tiba di lokasi, rombongan segera berbaur dengan masyarakat untuk membersihkan sampah, khususnya sampah plastik, yang diangkut ke tempat pembuangan sampah terpadu. Yang lebih unik, saat itu bertepatan dengan kegiatan seren taun.
"Ramai sekali, sekitar 1500 masyarakat Baduy turun gunung menuju Pendopo Kabupaten Lebak untuk menyerahkan hasil alam," kata Eko.
Karena prosesi inilah, rombongan kemudian terlambat untuk naik ke atas alias harus night hiking menuju Jembatan Akar.
"Sangat berkesan, meskipun merinding dan panik. Kami jalan kaki menuju Jembatan Akar membawa papan pengumuman, hanya ada gelap, jarak yang jauh dan medan yang sulit. Bersepuluh orang, kami membuat semboyan saat itu, yaitu pantang pulang sebelum menancapkan plang," kata Eko seraya tertawa.
Dan berhasil! Ketika harus kembali pulang, hanya ada dua lampu senter dan satu cahaya dari smartphone sebagai modal penerangan. Akibatnya, beberapa kali anggota tim tercebur masuk sawah, tersandung batu, namun membuat suasana ceria. "Salut pada Vio, usia 10 tahun, yang begitu bersemangat mengikuti petualangan ini. Membuat kami yang tua-tua malu jika berkeluh-kesah, ya meskipun jaraknya 14 kilometer ditempuh dalam kegelapan malam," kata Eko.
Baca Juga: Bersiaplah, Bumi yang Makin Panas Bikin Tanah Kehilangan Kemampuan untuk Menyerap Air
Poetoet menambahkan, kegiatan ini merupakan kegiatan berkelanjutan.
"Kami sudah punya beberapa rencana ke depan, misalnya secara periodik B2W Indonesia akan mengoordinasikan pemenuhan kebutuhan akan trash bag atau karung untuk mengangkut sampah dari area wisata ke TPS. Khususnya untuk menghadapi lonjakan pengunjung pascalebaran ini," kata Poetoet. Selain itu, B2W Indonesia dan mitranya seperti greeners dan framebike akan berusaha mengadakan pelatihan pengelolaan sampah bagi warga, sehingga diharapkan sampah dapat dikelola secara baik.
"Mimpi lainnya adalah membuat semacam film pendek berisi edukasi tentang sampah yang melibatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Film ini nantinya akan diputar secara periodik di area Ciboleger dengan mengambil momen-momen tertentu," kata Poetoet.
Ya, ada banyak cara untuk berbuat. Dan Giat Bebersih Sampah Baduy adalah cara pesepeda menghormati Baduy, agar tempat eksotis ini selalu indah, asri, dan bersih.