Laporan muncul di setidaknya 10 negara bagian. Di Florida, badut mengerikan tampak mengendap-ngendap di pinggir jalan. Di South Carolina, badut-badut dilaporkan berusaha memancing perempuan dan anak-anak ke dalam hutan.
Tidak jelas mana dari laporan ini yang benar-benar serius dan mana yang hanya main-main. Yang jelas, para pelaku memanfaatkan rasa takut bawaan yang dialami anak-anak—dan beberapa orang dewasa.
Sifat kengerian
Psikologi dapat membantu menjelaskan kenapa badut—yang seharusnya menjadi sumber lawakan dan kejahilan—sering membuat kita bergidik.
Penelitian saya adalah penelitian empiris pertama soal kengerian, dan saya punya dugaan bahwa rasa ngeri muncul terkait dengan ambiguitas—tidak yakin bagaimana harus bereaksi terhadap orang atau situasi.
Kami merekrut 1.341 relawan berusia antara 18-77 tahun untuk mengisi survei online. Pada bagian pertama survei, peserta diminta memberi nilai kemungkinan 44 perilaku ditunjukkan oleh seseorang yang menakutkan, misalnya pola kontak mata yang aneh atau tampilan fisik seperti memiliki tato yang kelihatan.
Pada bagian kedua survei, peserta diminta menilai tingkat kengerian 21 pekerjaan, dan di bagian ketiga mereka diminta menulis dua hobi yang menurut mereka mengerikan. Di bagian terakhir, mereka mengisi seberapa setuju dengan 15 pernyataan tentang orang yang mengerikan.
Hasilnya menunjukkan bahwa orang yang kita anggap menakutkan biasanya seorang laki-laki, dan sifat ketidakterdugaan adalah komponen penting dalam kengerian, pola kontak mata dan perilaku non-verbal lainnya adalah pemicu besar rasa takut kita.
Karakter fisik yang tidak umum atau aneh seperti mata yang besar, senyum yang aneh, atau jari-jari panjang, tidak memunculkan rasa takut. Tapi adanya sifat fisik yang aneh dapat memicu kecenderungan kengerian yang dimiliki seseorang, misalnya selalu mengarahkan topik pembicaraan ke hal-hal seksual atau menentang peraturan kantor yang melarang orang membawa reptil.
Dari bermacam pekerjaan yang kami berikan, pekerjaan yang dianggap paling menimbulkan rasa ngeri adalah—tidak lain tidak bukan—badut.
Hasil ini sesuai dengan teori saya bahwa rasa ngeri adalah respons terhadap ancaman yang ambigu dan kita hanya merasa ngeri kalau kita menghadapi ancaman yang tidak jelas.
Misalnya, tiba-tiba meninggalkan lawan bicara yang menurut kita menimbulkan rasa ngeri di tengah-tengah obrolan akan dianggap tidak sopan dan aneh, tapi bukan tindakan yang berbahaya. Tapi akan berbahaya kalau kita mengacuhkan intuisi kita dan terus bercakap-cakap dengan seseorang yang sebenarnya adalah sebuah ancaman. Ambivalensi ini membuat kita terpaku di tempat dan terjebak dalam rasa tidak nyaman.
Reaksi ini bisa jadi adaptif, suatu reaksi yang muncul karena evolusi: rasa ngeri adalah cara untuk mempertahankan kewaspadaan dalam situasi yang mungkin berbahaya.