Kekuatan Super Ubur-ubur yang Membantunya Bertahan Hidup di Lautan

By Gita Laras Widyaningrum, Senin, 7 Oktober 2019 | 10:50 WIB
Ubur-ubur (hanohiki/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Ketika berbicara tentang hewan berbahaya, ubur-ubur yang terdiri dari air dan tak memiliki otak, mungkin tidak masuk ke dalam daftar. Namun, jika orang-orang di pantai mendengar seruan “Ada ubur-ubur!”, mereka pasti langsung lari secepat mungkin.

Ubur-ubur merupakan hewan laut yang penuh kontradiksi. Sebab, ia menakjubkan sekaligus berbahaya. Berikut fakta mengenai ubur-ubur yang mungkin belum Anda ketahui:

Terdiri dari 98% air

Bagian utama ubur-ubur–perutnya–terbuat dari dua lapis sel dengan material air di antaranya.

Menurut Lucas Brotz, ahli biologi ubur-ubur dari University of British Columbia, struktur tubuh ubur-ubur yang simpel merupakan “trik evolusi yang rapi”. Membuat mereka tumbuh besar dan mengonsumsi lebih banyak makanan tanpa biaya metabolisme yang tinggi.

Baca Juga: Katak Tanduk, Spesies Baru yang Ditemukan di Hutan Kalimantan

“Ubur-ubur berhasil selamat dari peristiwa kepunahan massal,” ujar Brotz.

“Sementara sebagian besar spesies yang pernah hidup telah punah, namun sekantung air ini berhasil selamat lebih dari 600 juta tahun,” imbuhnya.

Sangat cepat

Sengatan ubur-ubur merupakan salah satu proses paling cepat dalam biologi. Hal itu cukup rumit untuk hewan yang masuk ke dalam kategori ‘simpel’.

Sel penyengat ubur-ubur bernama cnidocytes. Di dalam selnya terdapat sebuah organel nematocyst yang mengandung ‘kapsul’ dengan tombak kecil melingkar di sekitarnya.

Ketika ingin menyerang, ratusan nematocyst akan muncul. Tekanan darinya melepaskan tusukan supercepat, berlangsung 700 nanodetik dengan kekuatan yang cukup untuk memecahkan kerang.

Nematocyst menjadi aktif ketika bergesekan dengan hal-hal organik, termasuk kita. Sengatan beberapa ubur-ubur, seperti yang berada di utara Australia dan Indo-Pasifik, bisa sangat mematikan. Namun, ada juga yang sengatannya tidak dapat menembus kulit manusia.

Menciptakan cahaya sendiri

Sekitar 3.000 spesies ubur-ubur yang berhasil diidentifikasi sejauh ini, merupakan bioluminescence. Artinya, mereka dapat menciptakan cahayanya sendiri.

Salah satu bagian penting dari kemampuan ini adalah sebuah gen bernama green fluorescent protein atau GFP. Ketika para peneliti menggunakannya dalam biologi molekular, protein ini secara harfiah menyoroti kinerja tubuh, melacak proses dari produksi insulin ke infeksi HIV dan struktur otot.

Baca Juga: Lebih dari 130 Paus Terdampar di Lepas Pantai Afrika Barat

Para peneliti yang mengembangkan teknologi tersebut memenangkan hadiah Nobel di bidang kimia pada 2008.

Tetap berbahaya meski sudah mati

Perlu diketahui bahwa Anda masih bisa disengat oleh ubur-ubur yang sudah mati.

Sean Colin, ahli ekologi di Roger Williams University mengatakan, apabila Anda mengonsumsi cumi-cumi yang sebelumnya memakan ubur-ubur dan belum benar-benar mengunyahnya, maka sengatannya masih bisa Anda rasakan.