Ketika kakaknya kembali, Kürten langsung menusuk, menggigit dan menghisap darah dari lehernya.
Aksi pembunuhan Kürten berakhir ketika ia membuat kesalahan ceroboh saat menyerang seorang wanita pada 14 Mei 1930.
Maria Büdlick (20), sedang mencoba menghindari perhatian yang tidak diinginkan dari seorang pria yang mengikutinya setelah turun dari kereta. Di sinilah, Kürten canpur tangan. Setelah menyuruh pria itu pergi, Kürten membujuk Büdlick untuk makan di rumahnya, namun ia menolak.
Kürten pun menawarkan untuk mengantarnya ke hotel, tapi dia malah membawa Büdlick ke hutan dan memerkosa serta mencekik perempuan tersebut sebelum membiarkannya pergi.
Kürten melepaskan Büdlick karena wanita tersebut mengaku tidak mampu mengingat rumahnya sendiri. Büdlick berjanji tidak akan memberi tahu identitas Kürten kepada siapa pun.
Setelahnya, Büdlick yang mengalami trauma, tidak melaporkan kejadian itu kepada polisi. Namun, ia menulis surat kepada temannya. Tanpa sengaja, Büdlick mengirimkannya ke alamat yang salah dan tukang pos pun memberikan surat tersebut pada polisi.
Baca Juga: Fenomena Penyakit Mental di Industri Hiburan, Apa Penyebabnya?
Kürten ditangkap di bawah todongan senjata, sembilan hari setelah menyerang Büdlick. Meskipun mengakui semua kejahatan yang dilakukannya, namun Kürten memohon dinyatakan tidak bersalah dan mengaku gila.
Di pengadilan, ia merinci daftar korbannya dan menjelaskan mengenai hasrat seksualnya akan darah. Kürten juga mengaku tidak memiliki hati nurani dan penyesalan.
Juri membutuhkan waktu kurang dari dua jam untuk mendakwa Kürten atas sembilan pembunuhan dan tujuh percobaan pembunuhan. Pria Jerman ini dieksekusi mati pada 2 Juli 1931, setelah mengonsumsi makanan terakhirnya berupa sosis, kentang goreng, dan dua botol anggur.
“Katakanlah, setelah kepalaku dipotong, apakah aku masih bisa mendengar suara darah yang mengalir dari leherku? Jika iya, itu akan sangat menyenangkan,” kata Kürten saat dia berjalan menuju alat pemenggal kepala.