Dari Jamur ke Gaya Hidup Bebas Sampah, Kreativitas Warga Desa Kemiren Asri Manfaatkan Limbah

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 25 Oktober 2019 | 19:18 WIB
Suasana desa Kemiren Asri. (Hari Maulana)

Nationalgeographic.co.id - Memasuki Desa Kemiren Asri, Kelurahan Tegalkamulyan, Cilacap, Anda akan disambut dengan lingkungan permukiman yang cukup bersih. Bagaimana tidak, wilayah ini memang menerapkan prinsip gaya hidup minim sampah.

Dalam kehidupan sehari-hari, warga desa Kemiren Asri sebisa mungkin memanfaatkan limbah, mulai dari rumah tangga hingga industri kecil yang menggerakkan perekonomian mereka.

Dari Posyandu ke budidaya jamur

Berusaha memajukan nasib kesehatan dan ekonomi desanya, warga desa Kemiren Asri melakukan budidaya jamur. Awalnya, kegiatan ini merupakan bagian dari misi memperbaiki kualitas Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di desa Kemiren Asri. Pada saat itu, keadaan desa sangat tertinggal, bahkan banyak anak yang mengalami gizi buruk.

Sadar tidak memiliki sumber dana dan daya yang cukup untuk memperbaiki desanya, pada 2009, atas inisiatif dari Rumdani Prapti Sumiwi, Ketua Pengurus Koperasi Asri Mandiri, warga desa Kemiren Asri pun meminta bantuan kepada Pertamina Refinery Unit IV Cilacap.

"Awalnya sebenarnya hanya minta meja dan tempat pemeriksaan ibu hamil, tapi setelah disurvei kondisi kami sangat memprihatinkan sehingga Pertamina berniat memberikan bantuan lebih, seperti memperbaiki fasilitas-fasilitas yang ada di Posyandu," cerita Rumdani.

Baca Juga: Kebakaran Hutan dan Lahan Terus Berulang dari Tahun ke Tahun, Apa Penyebabnya? Alam ataukah Manusia?

Bantuan yang diberikan Pertamina berhasil memperbaiki kualitas Posyandu dan memonitor perkembangan anak-anak di desa Kemiren Asri. Namun ternyata itu tidak cukup--masih ada kebutuhan penunjang seperti PMT (pemberian makanan tambahan) kepada balita untuk benar-benar menurunkan angka gizi buruk.

Rumdani menggagas ide budidaya jamur untuk memperbaiki kondisi di desanya. ()

Akhirnya, dalam upaya agar program PMT dapat berkelanjutan, Pertamina memberikan bantuan budidaya jamur yang hasilnya digunakan untuk bahan dasar olahan PMT setiap bulannya.

"Pertamina memberikan bantuan secara bertahap. Pertama-tama tempat untuk tempat budidayanya, kemudian bibit jamur, hingga pengolahan limbahnya. Warga desa Kemiren Asri sendiri sangat inovatif sehingga kami berniat membantu mereka," ungkap Dian Kuswardani, Officer Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina Refinery Unit IV Cilacap. 

Seiring berjalannya waktu, dengan kondisi posyandu yang semakin stabil, maka hasil budidaya jamur yang mereka kembangkan tidak hanya untuk keperluan PMT tapi juga diolah menjadi berbagai makanan yang kemudian dijual untuk umum.

100% zero waste

Saat mengembangkan budidaya jamur ini, warga desa Kemiren Asri bersama dengan Pertamina, benar-benar memikirkan segala aspek. Selain memberikan manfaat bagi kesehatan dan ekonomi, budidaya jamur yang dilakukan kelompok Patra Asri, juga memiliki dampak positif bagi lingkungan.

Dimulai dari produksi hingga konsumsi, tidak ada limbah yang tersisa. Febrin Inggar Pradini, Ketua Budidaya Jamur Patra Asri menjelaskan, untuk media tanamnya sendiri saja, mereka menggunakan serbuk kayu dari tukang bangunan yang biasanya terbuang sia-sia.

"Kami biasanya dapat gratis dari tukang kayu karena mereka tidak menggunakannya lagi. Kalaupun bayar, satu karung hanya dihargai lima ribu rupiah," ungkapnya.

Media tanam dari serbuk kayu yang sudah menjalani proses seperti fermentasi, pengukusan dan pendinginan selama beberapa jam tersebut pun siap untuk ditanami bibit jamur.

Penanaman bibir jamur dilakukan pada media yang berasal dari limbah serbuk kayu. (Hari Maulana)

Tidak hanya sampai di situ, setelah jamur tumbuh dan siap dipanen, media tanam yang sudah tidak terpakai lagi pun ternyata masih bisa dimanfaatkan. Itu digunakan sebagai tempat pembiakkan cacing. Caranya cukup mudah, sisa media tanam bekas jamur tersebut hanya tinggal diisi air dan diberi bibit cacing.

"Dari budidaya jamur, kita kebingungan membuang limbahnya. Karena kalau sudah panen kan biasanya itu dibuang saja. Namun, sekarang kami sudah bisa mengelolanya juga," papar Rumdani yang belajar secara otodidak saat mengembangkan budidaya jamur ini.

Tak butuh waktu lama, cacing-cacing pun segera berkembang biak di sana. Jika sudah banyak, cacing-cacing ini akan diambil dan kemudian digunakan sebagai pakan ternak atau pakan ikan.

Cacing yang berkembang biak di bekas media tanam jamur, dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ikan. (Hari Maulana)

Tanah bekas cacingnya? Dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman warga--bahkan bisa menambah penghasilan karena bisa dijual kembali. Warga desa Kemiren Asri menyebutnya dengan pupuk kascing (bekas cacing).

Pada akhirnya, benar-benar tidak ada limbah yang tersisa dari budidaya jamur desa Kemiren Asri. Dengan kata lain, desa ini mampu menerapkan 100% zero waste selama hampir satu dekade.

Baca Juga: Menjadi Pejalan Ramah Lingkungan, Ini 3 Cara Sederhana Traveling Tanpa Plastik

Laode Syarifuddin Mursali, Unit Manager Communication & CSR Refinery Unit IV Cilacap, mengatakan bahwa Kemiren Asri bisa berkembang dari desa tertinggal menjadi mandiri, berkat sinergitas kelompok kegiatan yang punya mata rantai, dari mulai produksi hingga pemasaran produk jamur unggulan mereka yang saling berkaitan satu sama lain. Contohnya dengan memanfaatkan limbah menjadi hal yang bermanfaat tadi.

“Kelompok budidaya jamur mampu memanfaatkan 180 kilogram limbah baglog per tahun. Penggunaan sisa serbuk kayu hingga tanah bekas cacing sebagai pupuk menunjukkan bahwa mereka sudah melakukan kegiatan zero waste (tidak ada sisa terbuang). Seratus persen bisa dimanfaatkan,” paparnya.

Beberapa hasil kerajinan tangan dari sampah plastik karya warga desa Kemiren Asri. (Gita Laras W)

Di luar budidaya jamur, gaya hidup bebas sampah juga diterapkan penduduk desa dalam keseharian. Hampir setiap sore, ibu-ibu desa Kemiren Asri, berkumpul di pinggir kali untuk mencacah sampah sayuran dan buah, kemudian bersama-sama mengolahnya menjadi pupuk organik. Nantinya, pupuk tersebut akan digunakan untuk kebun gizi milik desa.

Sementara untuk sampah plastik, mereka manfaatkan menjadi hasil kerajinan tangan seperti tas, tikar, hingga kostum festival.