Semakin Populer, Sistem Kerja Jarak Jauh Ternyata Justru Sebabkan Stres

By National Geographic Indonesia, Selasa, 29 Oktober 2019 | 12:01 WIB
Remote working atau kerja jarak jauh. (insider.co.uk)

Dengan lebih menekankan pada tenggat waktu dan informasi rutin, pekerja jarak jauh bisa merasa diperlakukan sebagai sekrup pada mesin, bukan sebagai bagian penting dari tim. Pendekatan kepemimpinan semacam itu dapat memperburuk perasaan terisolasi yang secara alami muncul saat bekerja dari jarak jauh dan dapat berkontribusi terhadap stres di tempat kerja virtual.

Stres yang baik dan buruk

Sebagai bagian dari penelitian, saya berbicara dengan banyak kolega dan mahasiswa di universitas yang bekerja secara virtual. Perasaan terisolasi, kesepian dan tidak mampu “mengalihkan konsentrasi ke hal lain”, serta kurangnya dukungan sosial, semuanya disebutkan.

Salah satu masalah yang lebih signifikan yang diangkat adalah bagaimana cara kerja virtual dikelola. Mereka yang diwawancarai mengatakan kurangnya umpan balik dari manajernya dan kolega senior, sehingga tidak ada tolok ukur untuk menilai kemajuan, yang mengarah pada meningkatnya perasaan cemas dan kekhawatiran apakah mereka “memenuhi standar”.

Ketika tiba saatnya untuk bekerja, ada dua jenis stres - jenis yang baik dan jenis yang buruk. Hukum Yerkes-Dodson (diperkenalkan oleh psikolog Robert Yerkes dan John Dodson) menunjukkan bahwa stres dapat menjadikan kita produktif hingga titik tertentu dan kemudian mengakibatkan penurunan produktivitas. Tidak dapat melaporkan stres (atau tidak nyaman melakukannya) merupakan kerugian, karena tekanan pada akhirnya akan melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

Baca Juga: Cherophobia, Kondisi Mental yang Membuat Seseorang Takut Bahagia

Sebaliknya, satu penelitian terbaru menemukan bahwa rekan kerja yang menghabiskan hanya 15 menit bersosialisasi dan berbagi perasaan stres mereka mengalami peningkatan kinerja sebesar 20%.

Jenis komunikasi yang tepat adalah kunci untuk mengatasi cobaan dan kesengsaraan kerja virtual. Perusahaan perlu menempatkan struktur yang tepat seperti tatap muka lewat video secara rutin dan pertemuan tim untuk membangun hubungan. Atasan perlu memimpin dengan memberi contoh dan menciptakan budaya agar mereka yang di luar kantor merasa dihargai.

Namun itu harus berjalan dua arah. Semua orang perlu berpikir tentang apa yang membuat mereka produktif, bahagia dan sukses dalam kehidupan sehari-hari, dan mencoba untuk mereplikasi ini dalam pengaturan kerja jarak jauh - bisa jadi ini berupa jalan-jalan pada waktu makan siang, pergi ke tempat olahraga, menelepon teman atau membaca buku favorit kita.

Cara kerja masa depan akan lebih banyak dengan kerja virtual, itu tak bisa kita hindari. Kita harus menerapkan cara-cara mengelola stres sambil menikmati manfaatnya.

Franklin Ronaldo menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

Penulis: Stephanie Russell, Principal Lecturer, Corporate Education, Faculty of Business and Law. Anglia Ruskin University. Human Resource Management, Anglia Ruskin University

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.