Studi: Tidak Berolahraga Selama Dua Minggu Bisa Merusak Kesehatan

By National Geographic Indonesia, Jumat, 1 November 2019 | 14:26 WIB
Olahraga mampu mencegah penuaan pada otak dan jantung, juga mencegah depresi. (nd3000/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Pedoman aktivitas kesehatan yang ada saat ini menganjurkan orang dewasa melakukan paling sedikut 150 menit aktivitas yang sedang--atau 75 menit aktivitas yang intens - setiap minggu. Tapi, penelitian menemukan bahwa satu dari empat orang dewasa dinilai tidak cukup aktif melakukannya.

Sangat mudah untuk mengetahui alasannya. Banyak dari kita mengendarai mobil untuk bekerja, alih-alih berjalan kaki, dan bagi kita yang bekerja kantoran, kerap kali kita begitu fokus dengan apa yang dikerjakan sehingga jarang beranjak dari meja, kecuali ketika ke kamar mandi atau mengambil air minum.

Baca Juga: Setengah Wanita Yang Terkena Kanker Payudara Memiliki Masalah Seksual

Singkatnya, meskipun kita sibuk, kita tidak banyak bergerak. Tetapi setelah berhadapan dengan tekanan pekerjaan dari minggu ke minggu, kita cenderung menginginkan unutk bersantai di pantai, tidak melakukan apa-apa selain bersantai selama dua minggu. Ini bukan yang dibutuhkan tubuh kita. Bahkan, itu sebenarnya lebih berbahaya daripada yang kita sadari.

Penelitian kami menelisik efek apa saja yang akan terjadi dalam tubuh kita akibat minimnya aktivitas fisik dalam waktu singkat. Kami menemukan bahwa tidak melakukan aktivitas serius selama dua minggu dapat meningkatkan risiko penyakit serius, seperti penyakit kardiovaskular, yaitu penyakit karena gangguan jantung dan pembuluh darah.

Tetap aktif

Kita tahu bahwa aktivitas fisik itu baik untuk kita. Ini tidak bisa dibantah, dan kita sudah mengetahui ini sejak lama. Sejak 1950-an, hubungan antara aktivitas fisik sehari-hari dan kesehatan pertama kali diidentifikasi dalam studi pada para pekerja transportasi di London.

Studi ini menemukan bahwa sopir bus lebih mungkin mengalami serangan jantung dibandingkan rekan mereka, kondektur bus. Perbedaan utama antara kedua kelompok ini adalah kondektor bekerja dengan berjalan kaki mengumpulkan ongkos dari penumpang, sementara sopir bus duduk di belakang kemudi.

Sejak itu, beberapa orang menyebut aktivitas fisik sebagai “obat ajaib” untuk risiko kardiovaskular. Namun, kita kini lebih banyak duduk dibanding era sebelumnya, dan kematian akibat kardiovaskular tetap menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia.

Kami mencoba meneliti dengan tepat apa efek berbahaya akibat tidak aktif secara fisik.

Untuk penelitian ini, kami merekrut orang muda (usia 18-50 tahun) dengan berat badan sehat (Indeks Massa Tubuh kurang dari 30) dan aktif secara fisik (berjalan rata-rata lebih dari 10.000 langkah per hari). Setelah melakukan penilaian untuk mengukur kesehatan pembuluh darah, komposisi tubuh, dan kontrol gula darah, kami meminta mereka untuk tidak aktif secara fisik selama dua minggu.

Untuk mencapai hal ini, para partisipan diberi alat penghitung langkah dan diminta untuk tidak melebihi 1.500 langkah per hari, setara dengan sekitar dua putaran lapangan sepak bola. Setelah dua minggu, kami menilai kembali kesehatan pembuluh darah, komposisi tubuh, dan kontrol gula darah mereka, untuk mengetahui efek dari dua minggu ketidakaktifan fisik terhadap tubuh mereka.

Kami kemudian meminta mereka untuk melanjutkan rutinitas dan perilaku normal mereka. Dua minggu setelah melanjutkan gaya hidup normal, kami memeriksa penanda kesehatan partisipan untuk melihat apakah mereka kembali ke tingkat mereka berada sebelum percobaan ini.