Data ini tetap berlaku, bahkan ketika tuntutan diet menyusui turut dijadikan pertimbangan.
Susu bubuk memerlukan sekitar 4.700 liter air per kilo susu. Susu formula menggunakan bahan-bahan seperti minyak kelapa sawit untuk kebutuhan mineral dan vitamin bagi pertumbuhan bayi.
Terlepas dari klaim industri tentang ‘menghijaukan’ rantai pasokan, pencabutan sementara keanggotaan Nestlé dari Perkumpulan untuk Sawit Berkelanjutan (Roundtable on Sustainable Palm Oil) memperlihatkan adanya masalah dalam keberlanjutan produksi pangan global.
Hanya ada 40-50 pabrik pengolahan susu formula di seluruh dunia.
Jumlah air yang diperlukan untuk pengangkutan mulai dari bahan mentah ke pabrik pengolahan hingga ke tangan konsumen di seluruh dunia memang belum diketahui, tetapi jelas sangat besar.
Susu formula bubuk membutuhkan air yang dipanaskan hingga suhu 70°C agar steril dan aman dikonsumsi. Hal ini menyerap sumber daya.
Di Inggris, perkiraan biaya energi untuk mendidihkan air bagi produksi susu untuk bayi di tahun pertama setara dengan mengeluarkan lebih dari 1,5 juta kilogram karbon dioksida. Belum lagi sampah yang dihasilkan. Sebuah riset menunjukkan bahwa 550 juta kaleng susu formula, 86.000 ton logam, dan 364.000 ton kertas yang dibuang ke TPA setiap tahunnya.
Industri susu formula meningkat dua kali lipat saat penelitian tersebut diterbitkan tahun 2009.
Lebih lanjut, tidak menyusui biasanya berarti period haid akan lebih cepat.
Perempuan di Inggris rata-rata menggunakan 264 pembalut dan tampon, setiap tahunnya. Menyusui dapat menurunkan permintaan akan serat katun, plastik polietilena dan bahan lainnya yang digunakan untuk produksi pembalut dan tampon.
Perlu dukungan lebih
Ada kesenjangan pengetahuan di seluruh sektor kehidupan manusia yang harus segera diatasi oleh para ilmuwan.
Namun, jelas bahwa mengurangi ketergantungan kita pada susu formula, jika memungkinkan, adalah langkah penting dalam menghadapi krisis iklim.