Nationalgeographic.co.id - Tingkat kelahiran di beberapa negara sedang mengalami penurunan. Banyaknya populasi yang semakin menua menyebabkan anggaran untuk perawatan kesehatan dan pensiun sangat tinggi. Namun, jumlah populasi usia kerja yang membayar pajak terus menurun.
Sebagai hasilnya, negara-negara tersebut berisiko mengalami “bom waktu demografis”. Ditandai dengan semakin sedikit penduduk usia kerja.
Para ahli demografi mengatakan, setiap negara memerlukan tingkat kelahiran 2,2 anak per wanita untuk mempertahankan populasi yang stabil. Namun, di beberapa negara, seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat, tingkat kelahirannya bahkan di bawah 2.
Baca Juga: Hikikomori, 'Penyakit' yang Membuat Warga Jepang Mengurung Diri
Berikut negara-negara yang jumlah penduduknya tidak stabil akibat angka kelahiran yang rendah:
Amerika Serikat
Di Amerika Serikat, tingkat kesuburanya telah mencapai rekor terendah, yaitu 1,76. Sementara rata-rata angka harapan hidupnya relatif stabil: yakni 78,7 tahun.
Para ahli mengatakan, melemahnya ekonomi dan mahalnya biaya kuliah anak berkontribusi pada tren penurunan tingkat kelahiran tersebut.
Berdasarkan survei yang dilakukan The New York Times, orang-orang dewasa di AS berakhir tidak punya anak atau hanya memiliki sedikit, karena tingginya biaya perawatan anak.
Menurut Child Care Aware of America, rata-rata yang harus dikeluarkan orangtua adalah 10 ribu dollar AS (sekitar Rp144 juta) per tahunnya.
Tingkat kelahiran AS selalu rendah sejak 1970an. Tidak cukup banyak anak yang lahir untuk menjaga populasi tetap stabil.
Tahun lalu, Biro Sensus AS melaporkan bahwa wanita yang memiliki anak di usia 25-35 tahun, kesulitan mendapat gaji yang sesuai, dibanding mereka yang melahirkan di atas usia tersebut. Oleh sebab itu, wanita-wanita Amerika saat ini, baru memiliki anak di umur yang lebih tua.