Warga Sangihe dan Tol Langit

By National Geographic Indonesia, Kamis, 21 November 2019 | 13:35 WIB
Kepala Desa Lenganeng, Hesky O. Sasundu sedang memperlihatkan jenis Parang adat Suku sangihe atau yang terkenal dengan nama Peda Sanger. (Josua Marunduh/National Geographic Indonesia)

“Memang sebelum masuk Palapa Ring, benar-benar belum memiliki jaringan,” kata Ellenita.  “Harapan kami ke depan bahwa dengan adanya Palapa Ring ini akan bisa menjawab kebutuhan di beberapa wilayah.”

Benhar Manoka (47) salah satu pandai besi di Desa Lenganeng, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Benhar bersama dua orang saudaranya rutin memproduksi parang setiapa harinya. ()

Dia pun menunjukkan wilayah yang ada di peta, yang betul-betul tidak memiliki jaringan dan betul-betul blank spot. Menurut Ellenita, sejumlah puskesmas dan sekolah juga sudah mendapat fasilitas jaringan wifi, bahkan mendapatkan pelebaran bandwith.

Dia menyebutkan SMPN 1 Tatoareng dari 1 Mbps menjadi 2 Mbps, SMPN 1 Tahuna dari 2 Mbps menjadi 3 Mbps,  begitu juga dengan Mts Muhammadiyah Petta dari 2 Mbps menjadi 3 Mbps, dan SMKN 1 Tahuna 2 Mbps menjadi 3 Mbps.

Jaringan internet di SMKN 1 Tahuna, selain digunakan untuk kebutuhan sekolah dan Penyelenggara Ujian Nasional Berbasis Komputer UNBK, juga menjadi pilihan warga atau anak muda untuk mengakses internet gratis.

Sindi Parasala, salah seorang siswi kelas XII Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) SMK N 1 Tahuna bercerita tentang manfaat jaringan internet di sekolahnya. “Sangat senang,” kata Sindi. “Dulunya kita ke warnet sekarang bisa main internet di sekolah dan memudahkan mencari tugas dari guru.”

Hasil Kerajinan Parang Sangihe di Desa Lenganeng, Kabupaten Kepualauan Sangihe, Sulawesi Utara. (Josua Marunduh/National Geographic Indonesia)

Menurutnya, jaringan koneksi internet telah memudahkan dirinya dalam mengerjakan tugas. Apalagi apabila terdapat tugas dari guru yang harus diselesaikan pada hari itu juga. Pada malam hari, saat kami melintas di sekitar sekolah, kami menyaksikan sejumlah remaja menggunakan fasilitas internet gratis. Mungkin mereka sedang mencari materi untuk menyelesaikan tugas sekolah atau sekadar bermain game online.

Sementara itu untuk lingkup pemerintahan Sangihe, Ellenita mengatakan hanya mendapat jatah 20 Mbps untuk dibagikan kepada seluruh bagian pemerintah kabupaten.

Dari Monumen  Malahasa Tahuna, kami beranjak menempuh perjalanan sekitar tujuh kilometer ke arah pegunungan. Kami singgah di Desa Lenganeng. Kampung yang terkenal dengan para pandai besi atau tukang pembuat parang. Hampir 80 persen warganya berprofesi sebagai pengrajin parang.

Hesky O. Sasundu, Kepala Desa Lenganeng sedang memperlihatkan salah satu halaman mereka pada salah satu situs jejaring sosial yang digunakan untuk memasarkan produk kerajinan berupa parang yang menjadi produk andalan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Desa Lenganeng. (Josua Marunduh/National Geographic Indonesia)

Kami menjumpai Kapitalaung Lenganeng, Hesky O Sasundu. Kapitalaung adalah sebutan untuk kepala desa dalam bahasa Sangihe. Dia banyak menjelaskan jenis-jenis pisau dan parang. Banyak orang memesan parang di Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang dikelolahnya—mulai dari Manado, Bitung, Ternate, Kalimantan, hingga Papua.