Kisah Suku Samburu Menjaga Kelestarian Alam dan Satwa Liar di Afrika

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 3 Desember 2019 | 13:39 WIB
Keindahan habitat satwa liar di Kenya. (David Chancellor)

Nationalgeopraphic.co.id – Di sepanjang Afrika, meningkatnya populasi penduduk dan kemiskinan telah menajamkan pertempuran antara manusia dan hewan yang tinggal di tanah yang sama.

Satwa-satwa semakin terhimpit habitat yang mengecil, rute migrasi mereka tertutup, dan persediaan airnya sering digunakan untuk irigasi tanaman. Selain itu, perburuan liar dan ilegal juga membuat jumlah mereka merosot tajam.

Di saat yang bersamaan, para petani sangat benci terhadap satwa liar. Mereka akan membunuh singa dan gajah yang masuk ke lahannya.

Seorang dokter hewan di taman konservasi Lewa, Kenya, mengobati singa betina yang mengalami infeksi mata. (David Chancellor)

Baca Juga: WWF: Gajah Afrika Akan Punah Pada 2040 Jika Tidak Ada Tindakan Pencegahan

Jika konservasi satwa liar berhasil, penting untuk menemukan cara bagaimana manusia dan hewan bisa hidup berdampingan secara berkelanjutan.

Perlu juga untuk memperhatikan komponen keuangan. Setiap pendapatan yang berasal dari alam liar harus dibagi dengan masyarakat yang tanamannya telah dihancurkan oleh gajah atau singa. Memberikan insentif jauh lebih efektif dibanding membiarkan mereka menjadi pemburu liar.

Penjaga hutan membawa macan tutul yang tewas akibat terkena perangkap pemburu. (David Chancellor)

Suku Samburu yang menjaga alam liar

Beberapa komunitas penduduk mengerti akan hal ini dan berusaha menjaga alam liar di sekitar mereka. Penduduk asli di Kenya utara bersama-sama melindungi masa depan berbagai jenis satwa liar sehingga memungkinkan mereka bermigrasi dengan aman.

David Chancellor, seorang fotografer, mencoba memotret kompleksitas hubungan manusia dan satwa liar di Afrika. Ada beberapa suku yang tinggal di Kenya, namun yang paling menarik perhatian Chancellor adalah Samburu.

Para prajurit dari suku Samburu. (David Chancellor)