Kopi Tiom, Memunguti yang Diabaikan

By National Geographic Indonesia, Kamis, 28 November 2019 | 15:28 WIB
Pekerja menyortir biji kopi di rumah produksi pengolahan Kopi Tiyom, Gunung Susu, Distrik Hubikosi, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. (Djuli Pamungkas)

"Saya pernah tanya pada anak-anak di jalan itu, kenapa mereka hisap lem," kata Denny. Anak-anak cerita hisap lem agar bisa menahan lapar. Denny secara sengaja bergaul dengan anak-anak itu. Sering teman-teman bertanya bahkan mengolok, untuk apa berteman dengan anak-anak aibon itu, kata Denny.

Tapi Denny percaya, anak-anak bisa bekerja asal diberi kesempatan dan pendampingan. Memang hanya beberapa anak yang dikenal di jalanan yang perlahan mulai mengubah kebiasaan. "Tiap-tiap anak punya proses sendiri-sendiri," kata Denny.

Kini ada 8 anak muda yang terlibat dalam bisnis kopi dengan brand Kopi Tiom. Mereka yang menangani urusan mulai dari mengambil kopi di Tiom, Kabupaten Lanny Jaya, pengeringan, roasting dan pengiriman kopi.

Persoalan yang masih menjadi kendala untuk menjaga konsistensi produksi kopi adalah ketidakstabilan harga BBM dan jaringan sinyal. Saat hari-hari pertama kerusuhan di Wamena kemarin, harga bensin per liter mencapai Rp 80,000.

Jarak tempuh dari Gunung Susu, di pinggiran Kota Wamena, tempat Denny mengolah kopi, ke Tiom sekitar 74 kilometer. Dengan kondisi jalan yang melintasi pegunungan dan sebagian belum beraspal, waktu tempuh bisa 3 jam. "Saat harga bensin di atas normal kami harus menunda mengambil kopi dari Tiom," kata Denny. Di hari-hari biasa, per botol kemasan besar air mineral harganya Rp20 ribu.

Penggiat kopi, Denny Jigibalom, di rumah produksi pengolahan Kopi Tiyom, Gunung Susu, Distrik Hubikosi, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. (Djuli Pamungkas)

Baca Juga: Kreasi Anyam Noken Para Janda di Lembah Balim

Sementara terkait jaringan sinyal, sering menjadi kendala untuk urusan promosi, mencari peluang pasar dan menjalin kontak dengan konsumen di luar Wamena atau Papua.

Denny yakin bahwa kopi ini bisa menjadi peluang untuk peningkatan kesejahteraan petani di pegunungan. Kini permintaan pasar kopi, tak semua bisa dipenuhi dengan keluasan kebun dan jumlah petani kopi sekarang.

Denny berharap pemerintah menginisiasi program agar masyarakat kembali ke kebun dan membudidaya tanaman, seperti kopi dan sayur. Jika masyarakat kembali ke kebun, maka masyarakat bisa sejahtera. "Saya setuju dengan pemekaran, tapi 'pemekaran' kebun kopi dan sayur yang bisa mendorong masyarakat tekun kerja kebun," kata Denny serius.