Rendahnya lemak pada serangga membuat peneliti berpikir bahwa praktik entomofagi mungkin efektif untuk mengatasi obesitas dan penyakit yang berkaitan dengannya.
Melawan malnutrisi
Manfaat entomofagi tidak berhenti pada penurunan berat badan. PBB mengatakan, mengonsumsi serangga bisa memberantas masalah kekurangan gizi yang terjadi di negara-negara berkembang.
Menurut UNICEF, hampir setengah kematian anak-anak di bawah usia lima tahun, disebabkan oleh malnutrisi. Kasus ini sering terjadi di Asia dan Afrika.
Kurang gizi, apakah karena kurang makan atau ketidakmampuan mencerna, dapat meningkatkan risiko penyakit yang menyebabkan kematian. Selain itu, malnutrisi di seribu awal kehudupan bisa menghambat pertumbuhan yang merusak fungsi kognitif anak.
Selain sebagai sumber lemak dan protein yang baik, serangga juga mudah ditemukan. Artinya, ia menjadi sumber makanan yang mudah didapat dan murah. Sebuah fakta yang sangat bermanfaat bagi negara dengan penduduk berpenghasilan rendah.
Memenuhi kebutuhan populasi dunia
FAO mengatakan, praktik entomofagi bisa menjadi solusi dari kekurangan makanan yang terjadi akibat meningkatnya populasi manusia di Bumi.
Menurut Bank Dunia, populasi dunia diperkirakan akan meningkat menjadi 9 miliar pada 2050. Ini berarti kita perlu memproduksi 50% makanan yang lebih banyak untuk tambahan 2 miliar penduduk.
Mengingat perubahan iklim akan mengurangi hasil panen hingga 25%, ada hal mendesak untuk menemukan cara-cara alternatif agar kebutuhan makanan terpenuhi. Saat ini, menurut FAO, praktik entomofagi adalah salah satu opsi yang layak.
Peneliti mengatakan, pada dasarnya, makan serangga tidak berbahaya. Serangga memiliki risiko yang lebih rendah untuk menginfeksi manusia dengan penyakit dibanding hewan ternak.
Meski begitu, sebelum makan serangga, kita tetap dianjurkan untuk memasaknya terlebih dahulu agar patogen berbahaya yang mereka bawa bisa mati.