Suhu Ekstrem di Australia, Puluhan Ribu Kelelawar Mati Kepanasan

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 10 Januari 2020 | 15:07 WIB
Puluhan kelelawar rubah terbang berkepala abu-abu yang sekarat, berkumpul bersama agar bisa bertahan hidup pada suhu 43 derajat celsius di Australia. (Doug Gimesy)

Nationalgeographic.co.id – Rubah terbang berkepala abu-abu di Yarra Bend Park, Melbourne, Australia, memiliki awal musim semi yang normal dan tenang.

Pada September dan Oktober—waktu musim semi di Australia dan musim melahirkan bagi kelelawar dengan panjang 11 inci ini—banyak rubah terbang yang telah kembali ke taman dari migrasi musim dingin mereka di pesisir pantai.

Baca Juga: Peneliti: Perlu Waktu Puluhan Tahun untuk Pulihkan Alam Australia Pascakebakaran

Menurut ahli biologi Stephen Brend, yang bertugas memantau rubah terbang berkepala abu-abu di provinsi Victoria (termasuk Yarra Bend Park yang menjadi rumah mereka), para kelelawar betina melahirkan anaknya dengan normal. Semuanya sesuai dengan jadwal.

“Namun kemudian kengerian terjadi. Suhu menjadi sangat panas dengan cepat,” kata Brend.

Tak mampu bertahan di suhu yang ekstrem tersebut, rubah terbang sekarat. Dan tiga hari sebelum Natal, ketika suhu melebihi 100 derajat Fahrenheit (37,7 derajat celsius), ada sekitar 4.500 rubah terbang berkepala abu-abu yang mati—memusnahkan 15% dari populasi koloni.

Petugas Yarra Bend Park, Stephen Brend, mengumpulkan mayat kelelawar yang mati akibat suhu panas ekstrem. (Doug Gimesy)

Tragedi ini juga menimpa satwa liar di seluruh Australia akibat panas ekstrem yang bagi mereka sama mematikannya seperti kobaran api. Besar, kecil, cepat ataupun lambat, hewan endemik Australia menjadi korban dari gelombang panas dan kebakaran hutan yang menyerang negara tersebut.

Diketahui bahwa 2019 menjadi tahun terpanas dan terkering di Australia sepanjang sejarah. Saat planet menghangat, kebakaran dalam skala akan sering terjadi dan berlangsung dalam waktu lama.

Seorang sukarelawan menyelamatkan kelelawar di Yarra Bend Park. (Doug Gimesy)

Bagi rubah terbang berkepala abu-abu yang didefinisikan sebagai spesies terancam punah oleh International for the Conservation of Nature (IUCN), tewasnya spesies mereka sangat mengkhawatirkan.

Koloni rubah terbang di wilayah lain juga mengalami nasib serupa. Justin Welbergen, profesor ekologi hewan di Western Sydney University sekaligus presiden Australasian Bat Society mengatakan bahwa pada 4 Januari, ribuan bayi rubah terbang mati di sarangnya di sekitar New South Wales, di mana suhunya mencapai 121 derajat Fahrenheit.

Bahaya gelombang panas

Suhu panas yang membuat kelelawar mati kerap terjadi di Yarra Bend Park. “Kami selalu khawatir dengan cuaca panas,” ujar Brend.

Sebuah studi menemukan fakta bahwa antara 1994 dan 2007, ada sekitar 30 ribu rubah terbang berkepala abu-abu mati akibat panas ekstrem di Australia.

Meski begitu, suhu panas di tahun ini benar-benar parah sehingga berkontribusi pada kematian yang luar biasa tinggi. Apalagi, waktunya tepat setelah musim persalinan. Karena bayi-bayi ini masih menyusui, energi induk mereka pun berkurang—membuat keduanya lebih rentan terhadap suhu panas.

Petugas pemadam kebakaran dari Metropolitan Fire Brigade Melbourne menyemprotkan air pada kelelawar yang berkumpul di batang pohon di Yarra Bend Park agar mereka merasa lebih dingin. (Doug Gimesy)

Akhir pekan pertama di bulan Desember sangat panas. Hari-hari selanjutnya bahkan lebih menyiksa hingga puncaknya terjadi pada 20 Desember dengan suhu 110 derajat Fahrenheit (43,3 derajat celsius).

“Kondisi ini sangat menakutkan bagi semua spesies dan terjadi hampir di semua wilayah,” ungkap Brend.

Meski Yarra Bend Park belum dilanda kebakaran, tapi banyak habitat rubah terbang yang terletak di zona api di sepanjang pantai timur Australia.

Sekitar 80% bayi rubah terbang lahir pada bulan Oktober. Waktunya berdekatan dengan panas ekstrem di bulan Desember. Artinya, semua generasi baru dari kelelawar ini yang masih sangat bergantung pada ibunya, paling terdampak gelombang panas di Australia. (Doug Gimesy)

Bermanfaat bagi hutan

Rubah terbang memainkan peran penting di hutan. Menurut Brend, peran ekologi mereka sama besarnya seperti lebah.

Spesies ini membawa benih, menyerbuki pohon, dan menyuburkan hutan pada malam hari. “Kelelawar membutuhkan hutan dan hutan memerlukan kelelawar,” ungkapnya.

“Di tahun yang horor ini, semua spesies menderita. Kita kepanasan, mereka kepanasan, dan ini adalah mimpi buruk,” pungkasnya.