Laut Dunia Memanas dengan Cepat, Ini Dampak yang Akan Terjadi

By Gita Laras Widyaningrum, Kamis, 16 Januari 2020 | 14:40 WIB
Laut memanas lebih cepat dari yang dibayangkan. (IakovKalinin/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id – Beberapa ratus tahun terakhir sejak manusia membakar batu bara, menebang hutan, mengendarai mobil, menyalakan AC dan lemari es, laut diam-diam mengumpulkan sebagian besar emisi karbon yang dilepaskan dari aktivitas tersebut. Mereka juga menyerap panas berlebih dari gas-gas yang terperangkap di planet ini.

Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa laut dunia telah mengumpulkan lebih dari 90% energi panas yang disimpan emisi karbon kita di Bumi. Namun, studi yang dipublikasikan pada jurnal Nature memaparkan bahwa keadaannya lebih buruk dari itu. Diketahui bahwa air laut telah menyerap panas lebih banyak dari yang diperkirakan sebelumnya.

Laut menghangat lebih dari yang kita bayangkan. Artinya, Bumi semakin sensitif terhadap emisi karbon,” kata Laure Resplandy, pemimpin studi sekaligus asisten profesor geosains di Princeton University.

Baca Juga: Chinese paddlefish, Salah Satu Ikan Terbesar di Dunia Telah Punah

Para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa kita harus mengekang ketergantungan pada bahan bakar fosil untuk menghindari bencana iklim. Namun, Resplandy mengatakan, ini sudah terlanjur, dan sulit untuk menghindari dampaknya.

Secara spesifik, tantangan untuk mencegah banjir akibat kenaikan permukaan laut di kota-kota pesisir, badai ganas, dan kematian hampir semua terumbu karang di Bumi, sangat besar.

Laut yang menghangat kekurangan oksigen

“Ketika laut menghangat, ia kehilangan beberapa gas. Oksigen merupakan salah satunya,” ungkap Resplandy.

Melalui studi terbaru tersebut, ia dan timnya menganalisis kadar oksigen dan karbon dioksida di bawah, tengah, dan permukaan Bumi. Tepatnya di ujung Tasmanis di Cape Grim, La Jolla, California, dan Alert, Kanada—800 kilometer dari Kutub Utara. Para peneliti menelusuri data lebih dari 25 tahun lalu, yakni kembali ke 1991 hingga 2016.

Hasilnya menunjukkan bahwa air laut saat ini lebih hangat dan kurang oksigen dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, kondisinya 60% lebih parah dibanding perkiraan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).

Alasan mengapa laut menghangat sangat simpel: air dapat menyerap lebih banyak panas dibanding udara. Itulah sebabnya mengapa berenang di laut terasa lebih sejuk dibanding saat berada di permukaan: air menghisap kehangatan tubuh kita lebih cepat daripada udara.

Masalah bagi kehidupan laut

Laut yang semakin panas memberikan ancaman bagi kehidupan di dalamnya. Karena kadar oksigen semakin rendah, hewan-hewan laut menjadi sulit melihat–ini mendorong ikan-ikan dan makhluk laut lainnya pergi.

Laut Jepang, contohnya, telah menghangat 1,7 derajat celsius dalam seratus tahun terakhir. Akibatnya, beberapa populasi cumi-cumi di sana pun berenang ke utara untuk mencari air yang lebih dingin dan banyak oksigen.

Di Carolina Utara, ikan flounder sudah bergerak 40 kilometer ke lepas pantai, sementara populasi lobster di Atlantik mengarah ke Maine.

Baca Juga: Cegah Kepunahan Massal, PBB Rilis Rencana Penyelamatan Bumi

Melihat perubahan iklim yang terjadi, Resplandy mengatakan, ia tidak terkejut melihat dampaknya. Meski begitu, ia menambahkan, kita tidak boleh menyerah.

Untuk mencegah kondisinya semakin parah, manusia harus mengurangi emisi karbon sebanyak 25% sehingga dapat memenuhi target Persetujuan Paris.

“Ini tidak akan mudah sebab laut menyerap panas lebih dari yang kita bayangkan. Pertanyaannya adalah: apakah kita mau berusaha keras untuk mencegahnya agar tidak semakin parah?” pungkas Resplandy.