Sebuah Cerita di Sepenggal Pesisir Utara Jawa

By National Geographic Indonesia, Selasa, 28 Januari 2020 | 19:40 WIB
Dua orang pedagang berjalan di landmark Kota Bekasi. (Zulkifli)

Stasiun Cirebon Kejaksan yang tampak memesona ketika pagi tiba. Pada 1911, peletakan batu pertama stasiun ini menandai pembangunan jalur kereta Cirebon-Karawang-Bekasi-Batavia. (Zulkifli/National Geographic Indonesia)

Kota Cirebon adalah tapak pelabuhan tua. Teluknya telah menjadi persinggahan para pedagang Cina dan India semenjak beberapa abad silam. Sekitar tiga abad silam, kapal-kapal dagang Eropa berlabuh di sini. VOC, kongsi dagang Hindia Timur, pun menempatkan benteng sebagai pos perdagangannya di pesisirnya.

Jalur darat antara Cirebon dan Semarang sejatinya sudah digunakan orang sebelum proyek Jalan Raya Pos. Daendels hanya melebarkannya. Dari Cirebon, Jalan Raya Pos meniti sejajar dengan pantai utara Jawa sampai Semarang.

Jalur kereta api Cikampek-Cirebon dibangun oleh Staatspoorwegen (SS) pada 1911. Penandanya: peletakan batu pertama pembangunan Stasiun Cirebon Kejaksan pada lintas Batavia-Cikampek-Cirebon-Purwokerto-Kroya.

Sementara itu jalur kereta api Cirebon-Semarang dibangun lebih dahulu oleh Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) pada 1897. Jalur ini berawal di Stasiun Cirebon Prujakan.

Jadi, awalnya, Stasiun Cirebon Kejaksan tidak melayani tujuan Semarang-Surabaya. Alasannya, jalurnya tidak tersambung dengan jaringan SCS di Stasiun Cirebon Prujakan. Rel antara Stasiun Cirebon Kejaksan dan Stasiun Cirebon Prujakan baru terkoneksi pada 1 November 1914.

Setiap kota memiliki cerita. Kota merupakan panggung cerita dari serangkaian kejadian istimewa. Kota-kota di pesisir utara Jawa memiliki cerita kota, terkait dengan geografi dan perkembangan peradabannya.

Penjelajahan membutuhkan moda transportasi yang siap disegala medan. Nissan Terra memberikan kenyamanan saat digunakan untuk berkendara pada jalanan berlubang atau bergelombang. (Aga Akbel Pratama)

“Pekalongan” berasal dari kata kalong. Kata itu merujuk pada “tempat ikan”—bukan kelelawar. Demikian, pemerian Pramoedya Ananta Toer dalam karyanya yang bertajuk Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. Sang sastrawan besar itu bercerita banyak tentang kota-kota sepanjang pesisir utara Jawa. Pada Agustus 1808, proyek Jalan Raya Pos memasuki Pekalongan. Dari Catatan Ingris, pembangunan ruas Jalan Raya Pos di Pekalongan memakan 4.000 nyawa.

Sejak awal abad ke-19, kawasan pesisir utara Jawa mulai bergeliat karena perkebunan tebu dan sejumlah pabrik gulanya. Inilah salah satu yang mendorong pembangunan jaringan rel kereta api yang menghubungkan Cirebon-Tegal-Pekalongan-Semarang. Jaringan kereta api Pekalongan dibangun oleh SCS—Semarang – Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) pada akhir abad ke-19.

Sekitar 1830-an, di Pekalongan terdapat tiga pabrik gula yang beroperasi untuk menggiling tebu-tebu, yaitu Wonopringgo, Sragie, dan Kalimatie. Kami singgah di Pabrik Gula Sragi, Pekalongan, yang mulai beroperasi pada 1836 Pabrik ini masih menyisakan rel-rel kereta yang dulu mengangkut tebu sampai ke pelabuhan.

Ketika tim ekspedisi singgah, Kota Pekalongan tengah menghadapi tantangan untuk industri batiknya. Dari penuturan seorang pengusaha batik, pembangunan ruas jalan tol tampaknya telah berdampak pada melesunya perdagangan batik di kota ini.