Rekam Jejak Pertunjukan Musik Klasik di Hindia Belanda pada Abad Ke-19

By Fikri Muhammad, Rabu, 11 Maret 2020 | 13:16 WIB
Schouwburg. Gedung ini bergaya neo-renaisance yang dibangun pada 1821 di Weltevreden. Warga Batavia menjulukinya sebagai (Tropenmuseum)

“Lagi-lagi, patut dipertanyakan apakah yang dimaksud “volks” di sini termasuk penduduk lokal,” kata Aniarani.

Framing dan Perdebatan Surat Kabar Hindia Belanda Soal Musik Klasik Abad 19

Surat kabat pada abad ke-19 di Hindia Belanda diterbitkan oleh orang Belanda dan Eropa. Isi berita yang dimuat pun menggunakan sudut pandang mereka. Terlebih khusus pada musik klasik, koran-koran seperti di Batavia kerap memuat ulasan pertunjukan musik klasik di Batavia. Seperti mengomentari kualitas penampilan orkestra dan para musisi. Tak terkecuali para penyanyi yang tampil di pertunjukan beberapa hari sebelumnya.

Penelitian Aniarani juga menemuka beberapa tema diskusi musik klasik Barat di Batavia melalui surat kabar yang ditemukanya. Misalnya, pada 1872-1874 dimana sedang tidak adanya pertunjukan opera di Batavia.

Kala itu terdapat disuksi menarik yakni apakah di Batavia membutuhkan pertunjukan opera? Sebuah artikel di koran Java-bode pada Juni 1872 berargumen bahwa pertunjukkan opera bermanfaat bagi publik di Batavia.

Akan tetapi, artikel lain pada bulan yang sama justru membantah hal tersebut. Ia mengatakan bahwa hiburan yang cocok di Batavia ialah seperti pasar malam di Belanda yaitu kermis, isinya pertunjukan akrobat dan sulap.

Penulis artikel itu yakin bahwa hiburan seperti itu lebih cocok karena dapat menggaet masyarakat yang tak cakap music atau memiliki pengetahuan cukup mengenai bahasa Italia, Inggris, Prancis, atau Jerman.

Perdebatan selanjutnya juga terdapat di musik klasik yang “ringan” dengan musik klasik yang “asli” atau “betulan”. Musik klasik “betulan” dianggap sulit untuk dinikmati.

Musik klasik yang “ringan” contohnya seperti yang ditampilkan di opera Schouwburg. Sedangkan “betulan” seperti yang disajikan oleh Maatschappij van Toonkunst, karena tujuan didirikanya grup ini ialah untuk mempromosikan true art yang diwujudkan dengan pemilihan repertoar musik klasik yang dianggap “betulan”. Seperti karya simfoni.

Namun karena hal tersebutlah Maatschappij van Toonkunst malah kehilangan jumlah anggota grupnya pada tahun 1860an.

Selera Musik Hindia Belanda & Pengaruh Pertunjukan Musik Klasik Abad 19

Sulit dipastikan bagaimana selera musik masyarakat pada abad 19 di Hindia Belanda sebelum masuknya musik klasik.

Aniarani pun juga belum menemukan catatan penelitian yang menjelaskan hal tersebut. Namun menurutnya praktik bermusik klasik sudah ada sebelum grup opera masuk ke Batavia.

“Yang saya tahu, praktek bermusik klasik sudah ada sejak sebelum datangnya grup opera ke Batavia di tahun 1830an. Beberapa tuan tanah tercatat memiliki budak-budak yang dilatih untuk menjadi musisi, dan dibentuk menjadi sebuah orkes kecil untuk menghibur tuan tanah dan tamu-tamunya di rumah mereka (Franki Raden, 2001),” ujar Aniarani.

Kemudian, dia menjelaskan bahwa sulit untuk menjawab siapa saja grup atau solois Barat yang populer di Hindia Belanda. Sebab secara umum, penyanyi-penyanyi di grup opera yang tampil di Schouwburg sering mendapat ulasan yang baik dari publik Batavia.

Akan tetapi, terdapat pula solois Eropa terkemuka yang pernah mampir di Hindia Belanda, seperti soprano Inggris Catherine Hayes, yang tampil di Batavia pada tahun 1855, dan juga di Singapura dan Melbourne, Australia di tahun yang sama.

Kemudian, mengenai sejarah pertunjukan musik klasik di Hindia Belanda pada awal abad 19-20 dan keterkaitanya pada generasi kedepan Aniarani masih berusaha menggali data dan pendapat terkait hal tersebut. 

Ariana pernah mengadakan pameran pada 21 Februari 2020 di foyer Usmar Ismail Hall, Jakarta saat konser Jakarta Concert Orchestra "Malam Tchaikovsky”. Materi pameran menyampaikan work in progress hasil penelusuran arsip koran-koran yang terbit di Hindia Belanda.

Informasi yang diberikan kaya akan pertunjukan musik klasik barat di tiga kota yakni Batavia, Bandung, dan Yogyakarta. Informasi itu juga mencakup frekuensi, tipe, repertoar, lokasi, audiens pertunjukan-pertunjukanya.

Pameran dilangsungkan untuk memberikan wawasan mengenai sejarah pertunjukan musik klasik di Hindia Belanda. Juga bagaimana sejarah memengaruhi kita dalam memahami dan mempraktikan musik klasik Barat saat ini.

Aniarani Andita, kini kandidat doktor untuk studi musik di Royal Holloway, University of London. (Aniarani Andita)