Rekam Jejak Pertunjukan Musik Klasik di Hindia Belanda pada Abad Ke-19

By Fikri Muhammad, Rabu, 11 Maret 2020 | 13:16 WIB
Schouwburg. Gedung ini bergaya neo-renaisance yang dibangun pada 1821 di Weltevreden. Warga Batavia menjulukinya sebagai (Tropenmuseum)

Sejarah Masuknya Pertunjukan Musik Klasik ke Hindia Belanda 

Melalui arsip-arsip koran yang diteliti oleh Aniarani, pertunjukan musik klasik Barat dimulai oleh grup opera dari Perancis yang tampil Schouwburg, Batavia (Théâtre de Batavia, sekarang Gedung Kesenian Jakarta) pada tahun 1835. Kemudian disusul oleh penampilan grup lainya terutama dari Perancis dan Italia.

Sampai pada akhir 1840-an, pertunjukan di Théâtre de Batavia tidak hanya penampilan opera saja namun bercampur dengan genre lain seperti vaudeville dan ballet-pantomime. Akan tetapi sejak tahun 1850 pertunjukan-pertunjukan di sana mulai di dominasi oleh opera saja.

Baca Juga: Raffles Meresmikannya, Kita Membongkarnya

Ruangan dalam Societeit Concordia. Di sinilah Gubernur Jenderal Tjarda menghadiri peringatan setahun pendudukan Jerman di Belanda. Acara penutupan itu mengumandangkan misa Requiem gubahan Wolfgang Amadeus Mozart yang dibawakan Bataviaanse Oratorium dan orkestra NIROM. (Woodbury and Page)

Penampilan opera di Théâtre de Batavia ialah yang lazim dimainkan di Eropa kala itu. Misalnya opera-opera karya Donizetti (e.g. La favorite, La fille du regiment, Verdi (Un ballo di maschera/Le trouvere (Il trovatore), Rigoletto), dan Offenbach (La Grande-Duchesse de Gerolstein, La Périchole, Genevieve de Brabant).

Bahkan beberapa opera ditampilkan di Batavia tak lama setelah pertunjukan perdana di Eropa. Seperti misalnya opera karya Auber Les diamants de la couronne (dipertunjukan perdana tahun 1841, dipertunjukkan di Batavia tahun 1842) dan karya Donizetti La favorite (dipertunjukkan perdana tahun 1840, dipertunjukkan di Batavia tahun 1845).

Pertunjukkan di Théâtre de Batavia memang terbuka untuk publik yang mampu membayar. Namun masih diragukan apakah hal itu termasuk penduduk lokal/pribumi atau kalangan Eropa saja. Pasalnya, pada tahun 1868, terdapat sebuah pertunjukan di Théâtre de Batavia yang diiklankan dalam Bahasa Melayu. Padahal umumnya, iklan pertunjukan menggunakan Bahasa Perancis.

Bataviaasch handelsblad, 22 Februari 1868 ()

Pertunjukan itu jelas ditujukan bagi kalangan non-Eropa dengan tajuk iklan seperti “(…) Toewan-toewan Hadji, Arab, dan Tjina.”

Melalui hal tersebut Aniarani mengindikasikan bahwa pertunjukan-pertunjukan lain tidak diperuntukan untuk masyarakat non-Eropa. Namun, yang menarik bahwa pertunjukan non-Eropa pun diperuntukan untuk kalangan yang sejahtera.

Karena kalangan masyarakat Arab dan Cina di Batavia pada abad ke-19 adalah yang paling sejahtera di antara kalangan non-Eropa (Leonard Blussé, 2017).