Amy Cardamone, Mendedikasikan Hidup Untuk Masyarakat Tak Terwakili

By Fikri Muhammad, Rabu, 18 Maret 2020 | 09:48 WIB
Amy Cardamone, Photovoices International sedang bersama anak-anak Kampung Teluk Semanting ()

Nationalgeographic.co.id - Hidup adalah sebuah perjalanan dan petualangan. Hidup juga tentang belajar, tumbuh, dan terhubung antara satu dengan yang lainya. Hidup juga tentang menemukan tujuan dan makna yang membutuhkan proses yang terus berulang. Begitulah definisi hidup bagi Amy Cardamone. Seorang perempuan yang mendedikasikan hidupnya untuk masyarakat yang tak terwakili.

Amy tumbuh di sebuah kota kecil di bagian utara New York. Ia tumbuh dari keluarga Irlandia-Italia. Ibunya adalah seorang Irlandia dan ayahnya adalah orang Italia. Sebagai anak yang tumbuh dari keluarga katolik yang melayani masyarakat, dia terbiasa untuk saling berbagi dengan sesama dalam komunitas.

Amy terlahir sebagai anak ke sembilan dari sepuluh bersaudara. Dalam keluarga, ia memiliki peran untuk menjaga dan memomong saudara-saudaranya. Dari hal-hal tersebutlah yang membawanya untuk menemukan sebuah ideal of service.

“Dalam keluarga, terkadang saya memiliki peran untuk menjaga dan merawat orang lain. Misalnya saat saudara-saudara saya sedang bersedih, saya berusaha untuk menenangkan mereka. Seperti mengelus atau mencium mereka. Saya merasa berperan banyak. Bahkan saya masih melakukan itu sampai sekarang dan itu adalah cikal bakal dari ideal of service yang saya miliki,” kata Amy Cardamone pada National Geographic Indonesia di Kampung Teluk Semanting, Kalimantan Timur (07/03/2020).

Baca Juga: Jadi Sandaran Hidup, Mangrove Semanting Beri Ketersediaan Sumber Daya

Menginjak remaja, Amy berpegian ke Eropa dan Jepang. Ia banyak bekerja secara sukarela untuk kemanusiaan sejak mahasiswa. Baginya, hidup dalam dunia internasional membuatnya harus banyak mengamati dan mendengarkan orang lain. Di Indonesia sendiri, ia sudah tinggal selama 15 tahun dan menikahi orang Indonesia.

Pekerjaannya dengan Photovoices International (PVI) memungkinkan Amy untuk pergi ke tempat-tempat terpencil dan indah di Indonesia. Tak hanya itu, ia bekerja untuk memberikan nilai-nilai kehidupan pada orang-orang yang tidak mendapatkan akses. Menyadarkan dan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan jaman.

PVI sendiri merupakan sebuah organisasi yang melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan metode pohotovoice. Yakni, menjadikan fotografi sebagai medium agar masyarakat bisa menyuarakan segala keresahan dan kesulitan mereka. Baik yang berhubungan dengan masalah bersama maupun potensi di tempat tinggalnya.

Seperti misalnya seorang warga yang diberi fasilitas kamera untuk PVI di Kampung Teluk Semanting, Kalimantan Timur. Ia memotret permasalahan yang krusial di kampungnya yakni krisis air bersih yang tak kunjung usai. Atau sebaliknya, ada pula potensi besar wilayah Semanting yakni pelestarian mangrove dan potensi ekonominya.

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Caroline Wang dan Mary Ann Burris di awal tahun 1990-an. Potensi metode ini juga mendorong dialog kritis di masyarakat dan mendorong pembuat kebijakan untuk memerhatikan daerah berkebutuhan khusus.

Pengalaman Amy dengan masyarakat Semanting menjadi salah satu bagian terbaik dari pekerjaanya. Sebagai Program Director PVI, ia banyak menjalin hubungan dengan warga sekitar. Menginap serta mendengarkan cerita warga kampung membuatnya mengenal mereka dengan cepat. Terutama dengan anak-anak.

 

Amy Cardamone, Photovoices International di Kampung Teluk Semanting ()

“Di Kampung Teluk Semanting, anak-anak membawa saya dan menunjukan saya desa mereka, membawa saya ke sekolah dan mengajari saya bagaimana berdoa di Masjid. Setiap malam, saya dan anak-anak berjalan-jalan bersama dan berlatih bahasa Inggris,” ucap Amy dengan riang.

Ia juga merasa diberkati saat pekerjaanya dapat memberikan nilai yang baru pada masyarakat Semanting. Ia menyaksikan sendiri bagaimana persepsi orang dapat berubah melihat keadaan yang tidak disadari sebelumnya. Yaitu saat Amy bercerita soal peranan ibu di Kampung Teluk Semanting.

“Mereka memberi tahu kami hal-hal mengenai proses pembelajaran yang dilakukan dengan kami. Misalnya seorang ibu yang menganggap bahwa dirinya selama ini hanya ibu rumah tangga, ternyata sebetulnya dia juga seorang advokat untuk warga,” kata Amy.

Baca Juga: Temple Grandin, Ilmuwan Perempuan yang Ciptakan Alat Terapi Autis

Pada Kamis (5/32020) lalu, PVI dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara menggelar pertemuan antara warga Kampung Teluk Semanting dengan Bupati dan Wakil Bupati Berau. Pada pertemuan tersebut para warga yang juga relawan Photovoices International mempresentasikan hasil foto mereka yang merepresentasikan kondisi kampung.

Respons berbagai masalah pun ditanggapi oleh Bupati dan Wakil Bupati Berau melalui janji kebijakan kepada warga Kampung Teluk Semanting. Bupati Berau Muharram pun menganggap bahwa acara yang diselenggarakan di Gedung Balai Mufakat, Tanjung Redeb itu dapat menjadi contoh untuk forum-forum pertemuan antara pemerintah dan desa. Karena melalui medium foto, permasalahan dapat terlihat dengan jelas.

Bagi Amy, hal yang paling menantang dalam pekerjaanya ialah saat meninggalkan para relawan saat proyek sudah selesai. Karena pekerjaanya itu bersifat pribadi, intim, dan intens. Membuat hubungan Amy dan masyarakat menjadi dalam.

Selain itu, sebagai orang asing pun Amy masih merasa kesulitan karena keterbatasan bahasa. Namun, itu tak menghentingkan langkahnya untuk terus memberikan nilai-nilai baru pada masyarakat. Bahkan mengajarkan mereka untuk membuat caption, mengevaluasi, dan menyemangati mereka walaupun sudah tidak bekerja dalam satu proyek bersama.