Nationalgeographic.co.id - Petani merica di Teluk Semanting sedang harap-harap cemas lantaran nilai jual hasil tanamnya sejak 2017 tak kunjung naik, yakni hanya 20-30 ribu per kilogram. Padahal, potensi lahan yang dimiliki bertumpah ruah. Bahkan, setiap keluarga memiliki kebun mericanya sendiri.
"Masing- masing kepala keluarga punya kebun merica di sini bukan per kelompok. Potensi merica di sini bakal buahnya bagus, tapi pupuk dan perawatan memakan banyak biaya dan tak sesuai dengan harga jual," ucap Kasmawati pada National Geographic Indonesia di Kampung Teluk Semanting, Kalimantan Timur (06/03/2020).
Baca Juga: Mengkaji Aspek-Aspek Sosial dalam Pemindahan Ibu Kota Negara
Kasmawati sendiri merupakan seorang warga sekaligus pemilik lahan merica. Sudah empat tahun dia bercokol dengan tanaman yang juga disebut sahang itu. Ia memiliki 2 hektar lahan dari hasil pembukaan lahan.
Halangan penanaman merica di Kampung Teluk Semanting biasanya berupa hama dan musim panas. Sebab, di musim kemarau, dedaunan dan buah merica rontok.
Selain kedua hal tersebut, kebakaran hutan tahun lalu juga melahap lahan masyarakat yang menyebabkan kerugian.
Sementara itu, Wakil Bupati Berau, Agus Tamtomo justru menyalahkan produsen atas menurunya harga jual merica oleh petani.
"Dulu ketika harga lada 140-200 ribu, itu lada dalam botol masih 20 ribu. Kita ke supermarket juga 20 ribu. Berarti ada yang nggak bener, berarti yang mengambil keuntunganya sekarang produsen," ucap Agus di Berau, Kalimantan Timur (05/03/2020).
Baca Juga: Studi: Otak Udang dan Serangga Ternyata Memiliki Banyak Kemiripan
Pembuatan merica
Proses pembuatan merica sampai siap jual pun butuh melewati beberapa proses, sebelum akhirnya menjadi lada putih.
"Lada putih itu saya yang ngelola. Cara pembersihanya direndam lama setelah itu dibersihkan lalu dijemur. Proses penjemuran paling dua hari, tapi perendaman bisa sampai 1 hingga 2 bulan. Semakin lama, semakin bagus. Kalau sudah perendaman nanti warnanya berwarna putih," ucap Kasmawati.
Tanpa dikemas, lada putih Kasmawati bisa laku 30 ribu rupiah per kilogram. Lada itu di jual ke penampung seperti Tanjung Batu.
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR