Nationalgeographic.co.id - Kasus COVID-19 semakin bertambah setiap harinya, yakni mencapai 199.186 per Rabu (18/3), dengan kematian 7.994 orang, di seluruh dunia. Selain kesehatan, pandemi ini juga memengaruhi ekonomi global.
Meski begitu, ada sedikit kabar baik. Diketahui bahwa penyebaran virus corona berpengaruh pada menurunnya jumlah polusi udara.
Pada 8 Maret lalu, Marshall Burke, ekonom sumber daya lingkungan dari Stanford University melakukan kalkulasi terkait tingkat polusi udara yang menurun di Tiongkok. Secara tidak langsung, ini menyelamatkan nyawa warga Tiongkok yang selama ini terpapar pencemaran udara.
Baca Juga: Panduan Sejumlah Ahli Mengenai Bagaimana Menjaga Jarak Sosial
Dua bulan dengan polusi rendah, menurut Burke, dapat menyelamatkan nyawa 4.000 anak-anak berusia lima tahun dan 73.000 orang berumur di atas 70 tahun di Tiongkok. Jumlah ini secara signifikan melebihi angka kematian yang disebabkan oleh virus corona.
Meskipun tampak mengejutkan, tapi hal ini seharusnya sudah kita ketahui sejak lama. Awal bulan ini, sebuah studi menyatakan bahwa pencemaran udara 'memotong' harapan hidup kita hingga tiga tahun.
"Polusi udara dapat membunuh manusia, mengalahkan penyakit malaria dan HIV/AIDS, alkohol, rokok, hingga narkoba," papar Jos Lelieveld, ahli fisika dari Cyprus Institute.
Studi Burke di atas, hanya menggunakan data dari Tiongkok. Ia menyelesaikannya sebelum ada informasi bahwa COVID-19 kini sudah menyerang sebagian besar wilayah dunia.
Kini, Italia dengan kasus COVID-19 terbanyak kedua di dunia, mulai melakukan karantina yang ketat di negaranya. Dan gambar satelit menunjukkan adanya penurunan jumlah polusi di sana--terutama nitrogen dioksida, yakni gas yang biasanya dikeluarkan oleh mobil, truk, pembangkit listrik, dan pabrik.
Menggunakan instrumen Tropomi pada satelit Copernicus Sentinel-5p, gambar tersebut diambil dari 1 Januari hingga 11 Maret 2020. Menunjukkan bagaimana kadar nitrogen dioksida berkurang secara dramatis.
Anda dapat melihatnya pada video di bawah ini: