Belajar dari Flu Spanyol 1918, Cara Ini Bisa Cegah Penyebaran Corona

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 20 Maret 2020 | 17:21 WIB
Ilustrasi wabah COVID-19. (_freakwave_/pixabay)

Ketika jumlah kasus sedang menurun, lebih mudah untuk melakukan tes virus corona, palacakan kontak, serta karantina pasien positif seperti yang dilakukan Korea Selatan saat ini. Teknologi--seperti aplikasi smartphone yang melacak interaksi individu positif dengan orang lain--membuat kebijakan intervensi nonfarmasi menjadi lebih efektif. 

Namun, bagaimana pun juga, jika tidak dikontrol dengan baik, hasil analisis mereka menunjukkan, jumlah penularan akan tinggi kembali. Bahkan, menghasilkan kasus yang sama banyaknya seperti saat intervensi nonfarmasi belum dilakukan. 

"Untuk menghindari melonjaknya kembali penyebaran, kebijakan intervensi harus tetap diawasi sampai tersedianya vaksin dalam jumlah banyak yang bisa memberikan kekebalan bagi populasi dunia. Mungkin sekitar 18 bulan atau lebih," tulis para peneliti. 

Baca Juga: Bagaimana Menjaga Kesehatan Mental dalam Masa Wabah COVID-19?

Beberapa negara di dunia mulai menerapkan intervensi nonfarmasi ini untuk mencegah penyebaran virus corona. Dimulai dari lockdown atau karantina wilayah yang dilakukan Tiongkok di kota Wuhan, tempat wabah ini bermula dan kemudian disusul oleh Italia yang memiliki kasus COVID-19 terbanyak kedua. 

Pemerintah Indonesia sendiri, meski belum melakukan karantina wilayah, tapi sudah mengimbau masyarakat untuk menerapkan social distancing dan  mengurangi aktivitas di luar rumah sebagai langkah untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran virus corona dan wabah COVID-19.

"Saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah," kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Minggu (15/3/2020).