Kelana Lestari: Perjalanan Dua Roda Demi Memata-matai Pesinden Rimba

By Mahandis Yoanata Thamrin, Sabtu, 21 Maret 2020 | 14:27 WIB
Tim Kelana Lestari memasuki Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Kawasan konservasi ini memiliki luas 24.270 hektare, yang berada di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi. (RICKY MARTIN/National Geographic Indonesia)

Dadang menyeruput kopi. Dia menambahkan bahwa kawasan konservasi ini memiliki peluang sebagai destinasi wisata minat khusus. Gagasan ini menjadikan taman nasional berkelindan dengan warga yang menghuni tepiannya. Baginya, warga merupakan garda terdepan dalam setiap upaya pelestarian. “Di sini masih banyak primata seperti surili, lutung, dan owa jawa,” ujarnya, “juga macan tutul yang kerap muncul saat malam di sekitar sini.”

Fajar menyingkap selimut kabut di Bodogol. Dua surili bergelayutan di dekat tempat kami bermalam. Kami menuruni tangga menuju tajuk-tajuk pohon yang kerap disinggahi owa jawa. Kami ditemani Pepen, jagawana senior di taman nasional ini, dan Hapsari, seorang mahasiswa Institut Pertanian Bogor yang sedang menyelesaikan penelitiannya tentang owa jawa (Hylobates moloch).

Kami menyaksikan satu individu owa jawa bergelantungan di satu dahan ke dahan lain mencari sarapan. Dia menuruni pohon rasamala untuk mencicip buahnya. Ia memandang kami dengan waspada, lalu menghilang di balik tajuk pepohonan.

 Baca Juga: Siapakah Lelaki Eropa Pertama yang Mendaki Puncak Gunung Gede?

Owa jawa (Hylobates moloch), primata yang nyanyiannya memecah pagi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Primata ini difoto tak jauh dari Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol, TNGGS. (RICKY MARTIN/National Geographic Indonesia)

Beberapa saat kemudian, kami mendengar beberapa kali nyanyian pesinden rimba itu yang bersumber dari tajuk pohon lainnya. Kemudian, tampak dua owa jawa berkejaran di tajuk-tajuk rasamala. Kami tengah memata-matai pesinden rimba di habitat asalnya. Pepen berdiri sembari mengintip dari binokularnya.

Kami berada di seruas jalan tanah yang berada tepat di punggung Bojongpilar. “Jalan ini membagi jalur pergerakan owa jawa,” kata Pepen. “Jalur Rasamala dan Jalur Afrika.”

Di kawasan sekitar tempat kami bermalam, tampaknya menjadi tempat persinggahan owa jawa dan surili saat pagi. Kehidupan liar hadir begitu dekat seolah tak bersekat. Kita pun bisa menjadi bagian dari agen pelestarian kawasan konservasi ini sepanjang mematuhi etika berkunjung di taman nasional. Sebagai contoh kecil, tidak menyentuh atau menggangu hidupan liar yang tidak kita ketahui karena bisa jadi sesuatu itu membahayakan diri kita—juga bisa membahayakan hidupan liar tadi.

Hasan Kholilurrachman, salah satu awak Kelana Lestari, memiliki kesan mendalam selama perjalanan ini. “Pengalaman berkelana dengan berkendara sepeda motor sekaligus mendapatkan edukasi mengenai lingkungan adalah pengalaman baru buat saya. Harapannya semakin banyak orang yang mempunyai semangat yang sama dengan Kelana Lestari,” ungkapnya. “Tetap Menjelajah!"

Baca Juga: Lagi-lagi Fenomena Unik di Puncak Gunung Gede, Apa Sebenarnya yang Sedang Terjadi?

Senja mungkin tak selalu tampak jingga, namun seduhan kopi selalu menjadi kawanan perjalanan bagi pengelana dua roda di tim Kelana Lestari. (RICKY MARTIN/National Geographic Indonesia)
  

National Geographic Indonesia On Assignment (NGIOA) menggelar perjalanan bersepeda motor ke tepian Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Program ini bertajuk Kelana Lestari yang bergulir 14-16 Maret silam. Tujuan utamanya menyinggahi dan menyigi kawasan konservasi, sekaligus membangun kedekatan dengan warga dalam upaya pelestarian lingkungan.

Kelana Lestari, bagian dari perayaan 15 tahun kehadiran National Geographic Indonesia di Nusantara. Program ini didukung oleh Kawasaki dan sebagian didanai oleh keanggotaan Anda sebagai pelanggan majalah National Geographic Indonesia.