DARI EDITOR: Kiamat Serangga dalam Linimasa Perkembangan Kota

By Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 28 April 2020 | 08:15 WIB
Papilio ulyses telegonus Felder, yang ditemukan para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Weda, Halmahera. (Museum Zoological Bogoriense/LIPI)

Pada edisi ini kami menyajikan kisah feature yang diceritakan oleh Elizabeth Kolbert dan fotografer David Liittschwager, Ke Mana Lenyapnya Semua Serangga? Kami pun menyiapkan sampul kupu-kupu Graphium codrus dikoleksi saat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia melakukan penelitian di Weda, Maluku Utara, pada 2010. Kini koleksi itu tersimpan di Museum Zoologicum Bogoriense, LIPI. Walau menyebar di wilayah timur Indonesia, menurut laporan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, pada 2015 serangga ini semakin jarang dijumpai.

Baca Juga: Semut Mempelajari Kesalahan untuk Hindari Jebakan Atau Predator

Cyclommatus metalifer. Spesies kumbang rusa di keluarga Lucanidae dari Weda, Halmahera. (Museum Zoological Bogoriense/LIPI)

Serangga termasuk salah satu satwa terawal yang menghuni daratan, lebih dari 400 juta tahun lalu—hampir 200 juta tahun sebelum dinosaurus pertama muncul. Sejarah yang begitu panjang memungkinkan keanekaragaman serangga berkembang seiring waktu.

Setiap saat, diperkirakan ada 10 juta triliun serangga yang terbang, merayap, berbaris, menggali, dan berenang. Dari segi jenis, angkanya sama mengesankannya: Sekitar 80 persen spesies satwa adalah serangga. Serangga memelihara dunia yang kita kenal: Tanpa serangga yang menyerbukinya, sebagian besar tanaman berbunga, dari aster hingga jakaranda, semuanya akan mati.

Serangga melakukan banyak sekali pekerjaan, banyak di antaranya tidak diketahui manusia. Sekitar tiga perempat dari semua tanaman berbunga mengandalkan penyerbuk serangga. Sebagian besar tanaman buah-buahan, dari apel hingga semangka, membutuhkan penyerbuk serangga.

Belalang sembah asal Indonesia (Pnigomantis medioconstricta) di kebun binatang Budapest, Hungaria. (Joel Sartore/Photo Ark)

Namun, serangga-serangga telah menghilang dari lingkungan sekitar kita dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Apa yang sesungguhnya terjadi? Saya khawatir. Setiap berkisah tentang serangga, kita selalu menautkannya dengan masa kanak-kanak. Apakah kami adalah anak-anak yang tumbuh meromansa karena menyaksikan serangga?

Tampaknya kita harus merenungkan kata-kata ahli biologi Edward O. Wilson. Lelaki berusia 90 tahun itu dikenal sebagai "Bapak Sosiobiologi". Jika manusia tiba-tiba menghilang, kata Wilson, bumi akan "kembali ke kesetimbangannya pada sepuluh ribu tahun silam.” Namun, “jika serangga menghilang, lingkungan hidup akan mengalami kekacauan.”

Getir rasanya saat mengatakan yang sesungguhnya kepada para penerus, “Nak, sekarang serangga-serangga itu sudah pergi entah kemana dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Semua karena ulah kita.”