Nationalgeographic.co.id - Menurut sebuah studi terbaru, kunang-kunang di dunia sedang mengalami ancaman kepunahan akibat ulah manusia. Kerusakan habitat, penggunaan pestisida dan cahaya buatan, menjadi tiga ancaman serius bagi serangga ini.
Untuk lebih memahami bahaya apa saja yang menghantui kunang-kunang, sekelompok tim peneliti yang dipimpin oleh Profesor Sara Lewis dari Tufts University, bersama dengan organisasi International Union for the Conservation of Nature, melakukan studi terhadap kelangsungan hidup spesies kunang-kunang.
Baca Juga: Puluhan Koala Terluka dan Mati Kelaparan di Perkebunan Australia
Penelitian yang dipublikasikan pada jurnal Bioscience, "membunyikan bel peringatan" atas masa depan serangga--menyoroti ancaman khusus dan kerentanan berbagai spesies berbeda di seluruh wilayah geografis.
Menurut para ahli kunang-kunang, kehilangan habitat menjadi krisis yang paling mengancam keberlangsungan hidup kunang-kunang di sebagian besar wilayah Bumi--diikuti oleh polusi cahaya dan penggunaan pestisida.
"Banyak populasi satwa liar menurun akibat menyusutnya habitat mereka. Tidak heran jika rusaknya habitat menjadi ancaman terbesar," kata Profesor Lewis.
"Kunang-kunang menjadi yang paling terdampak karena mereka perlu kondisi khusus untuk melengkapi siklus kehidupannya," imbuhnya.
Penurunan drastis tercatat pada spesies ini setelah habitat mangrove mereka dirusak untuk dibuat perkebunan sawit dan peternakan akuakultur.
Di seluruh dunia, polusi cahaya dianggap sebagai ancaman kedua bagi kunang-kunang. Diketahui bahwa cahaya buatan di malam hari semakin berkembang dalam beberapa abad terakhir.
"Selain mengganggu bioritme alami, polusi cahaya benar-benar mengacaukan ritual kawin kunang-kunang," papar Avalon Owens, pemimpin studi.
Banyak kunang-kunang mengandalkan biolumenesensi untuk menemukan dan menarik perhatian pasangan mereka. Namun, hasil studi menunjukkan, bahwa cahaya buatan dapat menganggu proses tersebut. "Lebih terang tidak selalu lebih baik," ujarnya.
Selain kedua hal tersebut, para peneliti kunang-kunang juga mengatakan bahwa penggunaan pestisida pada pertanian menjadi ancaman bagi ketahanan hidup kunang-kunang.
Sebagian besar paparan insektisida terjadi pada tahap larva karena kunang-kunang remaja menghabiskan waktu hingga dua tahun di bawah tanah atau di bawah air.
Insektisida seperti organofosfat dan neonicotinoid dibuat untuk membunuh hama, tapi mereka juga memiliki efek samping dengan menewaskan serangga yang bermanfaat. Meski perlu penelitian lebih lanjut, tapi bukti-bukti sejauh ini menyatakan bahwa insektisida berbahaya bagi kunang-kunang.
Baca Juga: Mata Air Panas Dallol, Salah Satu Tempat Ekstrem dan Tidak Ramah di Bumi
Dengan mengetahui lebih jauh mengenai ancaman ini serta mengevaluasi status konservasi spesies kunang-kunang di seluruh dunia, para peneliti berencana melestarikan keindahan cahaya kunang-kunang untuk dinikmati generasi mendatang.
"Tujuan kami adalah agar informasi ini sampai ke pengelola lahan, pembuat kebijakan, dan masyarakat luar. Kami ingin cahaya mereka menerangi malam-malam kita dalam waktu yang sangat lama," pungkas Sonny Wong, wakil pemimpin penelitian dari Malaysian Nature Society.
Source | : | The Independent |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR