Nationalgeographic.co.id— Setiap April, kita merayakan dua hari penting. Hari Kartini dan Hari Bumi. Kartini identik dengan perempuan, sementara Bumi identik dengan lingkungan. Kita pun boleh beranggapan bahwa perempuan ibarat Bumi, yang melahirkan dan merawat segala kehidupan. Perempuan sering diidentikkan dengan kecantikan. Namun. saat ini pandangan terhadap kecantikan telah jauh berbeda dari sebelumnya. Kesadaran diri, kebebasan berekspresi, dan agen perubahan telah menjadi nilai kecantikan baru.Di Indonesia terdapat banyak perempuan yang secara sadar mengekspresikan suara mereka dalam aspek lingkungan. Mereka melakukan perubahan perilaku untuk lingkungan dengan cara mereka masing-masing.
National Geographic Indonesia dan Saya Pilih Bumi sepanjang tahun ini menggelar kampanye #PerempuanUntukPerubahan dan #BerbagiCerita. Gagasan baru ini dikemas dalam diskusi daring bertajuk "Inspirasi Perempuan untuk Perubahan Lingkungan" pada 25-26 April 2020. Sepanjang dua hari itu, enam perempuan akan bercerita tentang gagasan dan upayanya mewujudkan Bumi yang lebih baik.
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Mikrob yang Bisa Mengurai Sampah Plastik, Seperti Apa?
Jika semua orang menghasilkan sampah dan hanya kita sendiri yang berusaha mengurangi, apakah akan ada dampaknya? Inilah yang menjadi tema yang mendasari salah satu bincang daring ini.
Salah satu persoalan akbar di Bumi adalah sampah. Setiap hari, penduduk Indonesia menghasilkan 0,3 sampai 0,5 kilogram sampah per orang. Komposisi sampah organik 50-60 persen. Sedangkan sumber terbesar berasal dari rumah tangga yakni 45 persen menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sesi pembuka bincang daring itu bertajuk What Difference one Household Can Make. Gagasan itu disampaikan oleh Dian Kusuma Wardhani, atau yang akrab disapa Dini. Pemantik diskusi dalam sesi ini adalah Gita Laras Widyaningrum, jurnalis National Geographic Indonesia.
Dini, usianya 41 tahun, merupakan seorang ibu yang mendampingi dua buah hatinya yang bersekolah di rumah (home schooling). Dia juga masih aktif sebagai penulis lepas dan berbagi di beberapa kelas asuhan. Selain kelas belajarzerowaste, dia juga mengasuh kelas Mengompos Itu Mudah. Dini dan keluarganya tinggal di Kota Malang, Jawa Timur.
Sejak 2010, Dini telah banyak menulis buku anak seperti Jelajah Kota, Rambut Baru Apartemen, Sahabat Bumi, Manusia dan Alam, Hewan dan Bumi, Kota Kita, dan Muslim Cilik Sayangi Bumi.
Dini menjelaskan soal masa lalunya yang mempelajari Sustainable Development Goals (SDG) dan berada di bidang arsitektur. Namun, saat itu ia belum bisa menemukan korelasi antara sosial, ekonomi, dan lingkungan di kehidupannya.
Bagaimana tidak? Di kampus, ia melihat sendiri bahwa ilmu itu tidak diikuti dengan amalannya. Di kampusnya, ia banyak mendapat input tentang bagaimana permukiman yang diterapkan secara keberlanjutan. Dari pijakan inilah dia mengaplikasikanya mulai dari rumah.