Membicarakan Serangga dan Nasibnya di Bumi, Apa yang Harus Dilakukan?

By Gita Laras Widyaningrum, Minggu, 3 Mei 2020 | 21:13 WIB
Perangkap cahaya di pegunungan Chiricahua di Arizona didominasi oleh ngengat Hyles lineata dan kepik daun. (National Geographic)

Menurut Peggie, kupu-kupu Graphium codrus bahkan tidak masuk ke dalam ‘daftar merah’ International Union for Conservation of Nature (IUCN).

“Seharusnya sebagai spesies yang tidak terancam, dia bisa kita temukan di mana-mana, tapi nyatanya tidak. Tidak masuk daftar merah IUCN, bukan berarti spesies tersebut aman,” papar peneliti kupu-kupu pertama di Indonesia ini.

Kupu-kupu monarch hinggap di atas bunga milkweed. (HedgerowRose/Getty Images/iStockphoto)

Peggie setuju bahwa dengan tujuh milyar penduduk, manusia ‘beradu’ dengan penghuni lain di Bumi sehingga habitat serangga pun perlahan berkurang—tergerus pembangunan perumahan atau alih fungsi lahan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran, tapi di sisi lain juga menjadi kesempatan untuk lebih peduli dan memperlambat laju kepunahan serangga.

Dari sisi peneliti sendiri, Peggie dan rekan-rekannya berusaha mendata serangga yang ada di Bumi. Dan berkat teknologi, mereka kini juga mulai mendigitalisasi spesimen. “Sebelum bisa bilang apa saja yang hilang, kita harus tahu dulu apa yang kita punya saat ini. Oleh sebab itu, pendataan sangat penting,” pungkasnya.

Di akhir acara, Didi kembali mengingatkan agar kita mengubah perilaku dan mencoba lebih memperhatikan serangga-serangga yang ada di sekitar. Mungkin dengan mendokumentasikanya kemudian mengunggah ke media sosial agar lebih banyak orang akhirnya peduli dengan keberadaan makhluk ini.

Serangga membantu penyerbukan tanaman. (Sushaaa/Getty Images/iStockphoto)

Mahandis Yoanata Thamrin, Managing Editor National Geographic Indonesia, menambahkan, selama ini serangga dalam kehidupan sering dinarasikan sebagai hama. Dalam film pun, mereka diidentifikasikan sebagai monster atau kekuatan jahat. Padahal, serangga memiliki manfaat yang penting bagi kehidupan manusia.

“Kita punya simbiosis yang menguntungkan dengan serangga. Tanpa mereka, kita tidak bisa makan—tidak ada yang menyuburkan buah dan sayuran. Hal itulah yang sering terlupa. Mari kita mencari narasi terbaru dari serangga,” papar Yoan.

Baca Juga: Serangga Terancam Punah, Ini Saran Ilmuwan untuk Menyelamatkan Mereka

Serangga sendiri termasuk salah satu satwa terawal yang menghuni daratan, lebih dari 400 juta tahun lalu—hampir 200 juta tahun sebelum dinosaurus pertama muncul. Sejarah yang begitu panjang memungkinkan keanekaragaman serangga berkembang seiring waktu.

Setiap saat, diperkirakan ada 10 juta triliun serangga yang terbang, merayap, berbaris, menggali, dan berenang. Serangga melakukan banyak sekali pekerjaan, banyak di antaranya tidak diketahui manusia.

Sekitar tiga perempat dari semua tanaman berbunga mengandalkan penyerbuk serangga. Sebagian besar tanaman buah-buahan, dari apel hingga semangka, membutuhkan penyerbuk serangga.