Pasar Rakyat Lasem Daring: Kami Memilih Menyalakan Lilin Kecil

By Agni Malagina, Jumat, 15 Mei 2020 | 11:38 WIB
Mukena Blue Series ini adalah produk kolaboratif Ekawatiningsi, Didiet Maulana (IKAT Indonesia), dan penjahit muda Lasem Tasya Eka Primayanti. (Model: Vera) (Sigit Pamungkas)

Nationalgeographic.co.id - Pagebluk telah membawa dampak pada berbagai sektor ekonomi di Indonesia. Di banyak negara, termasuk Indonesia, penyebaran Covid-19 yang meluas mengharuskan Pemerintah mengambil jalan karantina mandiri dan mengharuskan kita untuk #dirumahsaja. Bank Indonesia (BI) bahkan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi RI dari yang biasanya bisa mencapai 5,02%, menjadi hanya sekitar 2,5%.

Tak terkecuali sektor industri batik tulis dan industri Usaha Mikro Kecil Menengah lainnya di Lasem. Di saat perekonomian berdenyut sangat lamban, rakyat harus tetap menjaga keberlangsungan hidupnya. Fenomena pandemi global ini telah membawa masyarakat yang berpenghasilan rendah maupun yang tak berpenghasilan sama sekali menjalani kehidupan beberapa bulan ke depan dengan penuh kecemasan.

Sektor batik salah satunya, sejak Maret 2020, kondisi perbatikan di Lasem mulai terdampak hebat. Tidak ada pembelian karena kunjungan wisata telah terhenti sejak awal Maret. Per 22 April 2020, Ketua Kluster Batik Lasem – Santoso Hartono – melaporkan tidak ada penjualan yang signifikan di showroom Dekranasda Kabupaten Rembang.

Baca Juga: Hikayat Toleransi: Mengenal Tasamuh di Ponpes Al Hidayat Lasem

Ekawatiningsih memperlihatkan beberapa produk sajadah batik tulis Lasemnya dengan variasi motif dan warna. (Sigit Pamungkas)

“Sebagian besar pengusaha batik bahkan tidak memiliki transaksi pembelian dalam dua minggu terakhir,”ujarnya.  Pengusaha kesulitan modal, kesulitan mengurus keringan kredit bank dan para pembatik pun 80% telah dirumahkan tanpa bayaran. Bantuan pemerintah dirasakan belum rata dan mengena.

Kesengsem Lasem, sebuah gerakan terbuka menjaga kelestarian warisan benda dan nonbenda di Lasem yang sudah dimulai sejak 2015, kemudian memutuskan merilis sebuah inisiatif. Tujuan utamanya, menyediakan ruang jual-beli bagi para wirausahawan yang terkena dampak pandemi, juga membantu masyarakat yang tak bisa mudik untuk tetap merasakan Lasem di perantauan.

Bersama Yayasan Lasem Heritage, kegiatan Pasar Rakyat Lasem daring ini dapat terwujud oleh kerja sukarelawan banyak pihak seperti Didiet Maulana (IKAT Indonesia), para periset Lasem, rekan media, ahli teknologi informasi, pelajar sekolah menengah di Lasem dan lainnya. 

Inisiatif bernama Pasar Rakyat Lasem ini dirilis pada 11 Mei 2020. Ruang jual-beli daring (online shop) tersebut berada di situs web kesengsemlasem.com dengan alamat lengkap https://kesengsemlasem.com/pasar-rakyat-lasem

Inisiatif semula digagas untuk merespon kondisi terkini seperti #stayathome warga Lasem tidak bisa mudik dan juga kondisi perekonomian di Lasem yang melambat akibat beberapa sektor berhenti bergerak seperti sektor pariwisata dan produksi batik tulis.

Mbah Las sedang menorehkan malam pada pola gambar masjid sajadah kain batik tulis. Untuk motif sajadah ia dan rekan-rekannya yang ahli dalam membuat motif Laseman tanpa gambar pola menuangkan aneka motif khas Lasem di dalam kain tersebut. (Sigit Pamungkas)

Baca Juga: Blanko Merah yang Menautkan Kisah Batik Tiga Negeri Di Pulau Jawa

“Niat membuat pasar online ini sebenarnya sudah sejak dua tahun lalu. Namun baru bisa terwujud sekarang. Untuk membantu kawan-kawan pembatik di Lasem yang punya produk unggul," ujar Didiet Maulana kurator produk wastra Kesengsem Lasem sekaligus co-founder Kesengsem Lasem dan Yayasan Lasem Heritage. Dia menambahkan, "Juga kan sekarang PSBB ya, orang Lasem tidak bisa mudik Lebaran, kita pun tidak bisa berkunjung ke Lasem. Pasar online ini ya untuk obat kangen dan ada produk sajadah mukena. Bisa untuk bingkisan Lebaran."

Demikian pula pasar rakyat ini merupakan usaha Yayasan Lasem Heritage untuk mewujudkan visi misi yayasan.

"Usaha sosial kami sebelumnya digawangi oleh penjualan produk pariwisata, namun sejak 2 bulan lalu kegiatan pariwisata sudah mati. Kami harus bertahan," ungkap Gilang Surya Saputra, Ketua Yayasan Lasem Heritage.

Baca Juga: Mereka yang Tak Pernah Lelah Mempertahankan Batik Tiga Negeri Lasem

Gilang menambahkan bahwa Yayasan Lasem Heritgae bergerak di bidang pelestarian budaya dan pemanfaatan warisan budaya Lasem. Dia dan kawan-kawannya berusaha berkontribusi untuk masyarakat dengan cara membuka ruang-ruang diskusi untuk teman muda di Lasem dengan narsum kawan-kawan dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

"Sekarang melihat kondisi ekonomi seperti ini, kami berusaha membuat wadah pasar online ini. Keuntungannya kami gunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan edukasi dan lainnya,”ujar Gilang. "Kami memilih terang dan dukungan terbesar datang dari para enterprener."

Di “pasar digital” ini, para pengusaha lokal Lasem mendapat ruang bebas untuk memasarkan produk-produk mereka. Barang-barang yang bisa kita temukan, antara lain batik Lasem, cumi asin, hingga kecap manis khas Lasem.

Baca Juga: Ekawatiningsih Menjaga Rumah Kuna dan Warisan Batik Tiga Negeri Lasem

Khusus untuk para pengusaha dan pembatik batik Lasem, sebagian besar rumah batik telah mengurangi jumlah pembatik, atau bahkan menghentikan kegiatan membatik untuk sementara. Semua karena penjualan batik menurun anjlok sejak pandemi. Para perajin batik pun terancam kehilangan pekerjaan dan pendapatan.

“Corona ini nyaris membuat para pengusaha dan pembatik-pembatiknya kesusahan. Beberapa pengusaha menghentikan sementara produksinya, pembatik dirumahkan dan tidak mendapt uang harian seperti biasa. Penjualan online di IG atau FB ya tipis atau tidak ada. Tamu-tamu yang datang berwisata pun tidak ada," ungkap Didiet Maulana.

Dia mengharapkan Pasar Rakyat Lasem mampu membantu para entrepreneur lokal Lasem bertahan, terutama secara ekonomi, hingga pandemi berakhir. Pasar Rakyat Lasem akan tetap menjadi wadah etalase produk unggulan, unik dan memiliki nilai sejarah budaya Lasem yang dikurasi oleh tim kurator, demikian Didiet mengungkapkan hasratnya.

Baca Juga: Nyah Kiok dan Tujuh Bidadari Lasem, Kisah Batik Tiga Negeri Pantura

Indonesia ditakdirkan memiliki keragaman budaya dan keyakinan. Di sebuah gang kompleks Karangturi, Lasem, kerukunan senantiasa terpelihara meski mereka berasal dari beragam budaya. (Feri Latief/National Geographic Indonesia)

Hasil penjualan produk-produk yang ada di Pasar Rakyat Lasem seluruhnya diberikan untuk para pengusaha. Keuntungan dari penjualan produk akan digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan rutin Lasem Heritage Foundation – Kesengsem Lasem. Sejak 2016, komunitas ini telah menggelar beragam kegiatan seperti #kelaspelestarian, #klinikbelajar, pengembangan produk pariwisata interpretif dan kegiatan lain yang ditujukan untuk komunitas-komunitas di Lasem.

"Dengan berbelanja produk Pasar Rakyat Lasem maka Anda telah turut mencintai, melestarikan, dan memberikan harapan pada komunitas! Love it, preserve it, and gives hope to community!" pungkas desainer yang pernah berkolaborasi dengan pengusaha batik Lasem untuk acara peragaan busana bertema Kesengsem Lasem dalam acara UMKM Jateng Gayeng Bank Indonesia Jawa Tengah di Lawang Sewu pada 2019. 

Ketika pagebluk nyaris meredupkan rumah-rumah batik, tampaknya ada seberkas nyala kecil dari pecinan di tepian Jalan Raya Pos ini. Seorang penulis abad ke-19, William Lonsdale Watkinson, pernah berkata, “Jauh lebih baik menyalakan lilin ketimbang mengutuk kegelapan."