Agar Pasien Biasa Tidak Tertular COVID-19 di Rumah Sakit, Ini Strategi yang Harus Dilakukan

By National Geographic Indonesia, Kamis, 28 Mei 2020 | 10:34 WIB
Pasien Corona di Amerika Serikat ()

Nationalgeographic.co.id - Di tengah serangan COVID-19 di Indonesia yang makin meningkat kasusnya, perjalanan penyakit-penyakit lain yang menular seperti tuberkulosis dan tidak menular seperti jantung, diabetes, ginjal dan stroke yang sudah diidap oleh penduduk tidak berhenti.

Penanganan kegawatan lain seperti patah tulang, luka tusuk, keguguran dan kecelakaan lalu lintas yang bersifat mendadak dan mengancam jiwa juga sangat dibutuhkan.

Tidak melakukan kontrol bagi pasien-pasien seperti ini secara berkepanjangan dapat meningkatkan risiko lebih berat ke depan. Bahkan dapat menimbulkan kematian tanpa perlu terinfeksi COVID-19. Penghentian perawatan pasien penyakit kronis ini tidak beda bahayanya dengan terkena COVID-19 sendiri.

Baca Juga: Studi: Yoga Membantu Mengatasi Stres Akibat Pandemi COVID-19

Mereka tetap butuh pemeriksaan setiap bulan ke dokter atau bahkan bisa lebih sering jika keadaan memburuk. Masalahnya, beberapa laporan menunjukkan terjadinya penurunan signifikan kunjungan gawat darurat untuk penyakit jantung di Amerika Serikat dan Inggris karena masyarakat takut akan tertular COVID-19 di rumah sakit.

Berbagai perhimpunan dokter juga menyarankan agar pasien menunda konsultasi tatap muka yang tidak urgen sejalan dengan laporan seperti di Korea Selatan yang menceritakan seseorang dengan COVID-19 dapat menularkan ke seluruh orang di RS.

Karena itu diperlukan inovasi untuk menghadapi perubahan ini untuk melindungi pasien dan tenaga medis di Indonesia. Dukungan pemerintah, rumah sakit dan BPJS Kesehatan penting untuk menghadapi tantangan ini. Berikut 5 hal solusi yang diajukan.

1. Pisahkan rumah sakit khusus COVID-19 dan non-COVID-19

Salah satu yang dapat dilakukan untuk tetap mempertahankan layanan pada pasien non-COVID-19 ini adalah semaksimal mungkin membagi rumah sakit menjadi yang dapat dan tidak dapat menangani COVID-19.

Rumah sakit yang khusus menangani COVID mungkin harus dibuat eksklusif hanya mengurus pasien bergejala penyakit paru, orang dalam pengawasan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) dan pasien positif COVID-19.

Saat ini di lapangan, walau sudah ada imbauan dari Kementerian Kesehatan perihal ini, masih ada campuran antara RS rujukan COVID-19 yang hanya menerima pasien COVID-19 seperti RSUD Tangerang dan RS rujukan yang juga masih menerima pasien non-COVID-19.

Pemisahan layanan ini mungkin sulit dilaksanakan terutama bagi RS rujukan COVID-19 di daerah yang juga pemberi layanan kesehatan utama. Pada kondisi tersebut, setidaknya ada klaster khusus dalam RS tersebut untuk COVID-19 atau bila tidak memungkinkan bangsal tenda khusus COVID-19 atau untuk poliklinik dibuat di pelataran RS. Ini berarti tidak boleh ada perpindahan petugas dan pasien antar kedua klaster tersebut untuk mencegah penyebaran penyakit lintas klaster.

Langkah ini juga dapat membantu mengurangi kebutuhan APD harian karena hanya akan diperlukan bagi klaster COVID-19. Contoh rumah sakit yang menjalankan sistem ini adalah RSCM Jakarta yang menggunakan gedung Kiara khusus untuk pasien COVID-19.