Polusi Cahaya Berbahaya Bagi Satwa Liar, Apa yang Harus Dilakukan?

By National Geographic Indonesia, Senin, 8 Juni 2020 | 10:25 WIB
Pemandangan langit di malam hari terganggu oleh polusi cahaya akibat penggunaan listrik yang tak ter (Ramadhani Putri Ayu/Fotokita.net)

Jadi, ketika lampu LED menyimpan energi, intensitas cahaya yang tinggi bisa memberikan dampak besar bagi satwa liar, apabila tidak dikelola dengan baik.

5. Gunakan permukaan yang tidak memantulkan cahaya, gelap

Kilau langit telah menutupi ritme cahaya bulan dari satwa liar, mengganggu navigasi perbintangan dan migrasi burung dan serangga.

Permukaan yang terlalu dipoles, mengkilat atau berwarna terang - seperti cat putih atau marmer yang dipoles - dapat memantulkan cahaya dan bisa berkontribusi terhadap kilau langit ketimbang permukaan yang lebih gelap, tidak memantulkan cahaya.

Memilih cat atau bahan material yang lebih gelap untuk luar ruangan bisa membantu menurunkan kontribusi kita terhadap polusi cahaya.

6. Gunakan cahaya dengan mengurangi filter atau berwarna biru, gelombang violet dan ultra-violet

Kebanyakan hewan sensitif terhadap cahaya gelombang pendek, yang menciptakan warna biru dan violet. Gelombang pendek ini dikenal bisa menekan produksi melatonin yang diketahui bisa menganggu tidur dan mengacaukan ritme sirkadian dari banyak hewan, termasuk manusia.

Baca Juga: Mikroplastik Ditemukan Pada Semua Burung Pemangsa yang Diteliti Ini

Memilih pencahayaan dengan sedikit atau bukan gelombang pendek (400-500 nanometer) violet atau biru membantu untuk menghindari dampak berbahaya bagi satwa liar.

Misalnya, lampu neon dan LED memiliki jumlah gelombang cahaya pendek lebih tinggi dibanding lampu sodium tekanan rendah atau tinggi, logam halida dan lampu halogen.

Fidelis Eka Satriastanti menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

Penulis: Emily Fobert, Research Associate, Flinders University; Katherine Dafforn, Senior Lecturer in Environmental Sciences, Macquarie University, dan Mariana Mayer-Pinto, Senior Research Associate in marine ecology, UNSW

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.